Sabtu, 23 Januari 2016

POLA ASUH DAN SOSIALISASI DI MASYARAKAT SEBAGAI PEMBENTUK KEPRIBADIAN



POLA ASUH DAN SOSIALISASI DI MASYARAKAT SEBAGAI PEMBENTUK KEPRIBADIAN 
1.      Pola asuh orang tua
Secara epistemologi kata pola diartikan sebagai cara kerja, dan kata asuh berarti menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil, membimbing (membantu, melatih, dan sebagainya) supaya dapat berdiri sendiri, atau dalam bahasa popularnya adalah cara mendidik.
Secara terminologi pola asuh orang tua adalah cara terbaik yang ditempuh oleh orang tua dalam mendidik anak sebagai perwujudan dari pertanggungjawaban kepada anak. Jadi yang dimaksudkan dengan pola asuh orang tua adalah pola yang diberikan orang tua dalam mendidik atau mengasuh anak baik secara langsung maupun tidak langsung.
Cara mendidik secara langsung artinya bentuk usaha orang tua yang berkaitan dengan pembentukan kepribadian, kecerdasan dan ketrampilan yang dilakukan secara sengaja, baik berupa perintah, larangan, hukuman, penciptaan situasi maupun pemberian hadiah sebagai alat pendidikan. Sedangkan mendidik secara tidak langsung merupakan contoh kehidupan sehari-hari mulai dari tutur kata sampai kepada adat kebiasaan dan pola hidup, hubungan orang tua, keluarga, masyarakat dan hubungan suami istri.
Ada tiga macam pola asuh yang digunakan dalam masyarakat yaitu pola asuh otoriter, pola asuh permisif, dan pola asuh demokratis.
a.     Pola asuh otoriter
Lok (1986: 51) mengemukakan bahwa dalam pola asuh otoriter, orang tua menentukan aturan-aturan dan batasan-batasan yang mutlak yang harus ditaati oleh anaknya. Menurut pendapat ini bahwa pola asuh otoriter ditandai dengan adanya aturan-aturan dan batasa yang mutlak yang harus ditaati anaknya, anak harus patuh dan tunduk sehingga anak tidak memiliki pilihan lain yang sesuai dengan kemauan dan pendapat sendiri. Menurut pendapat ini bahwa pola asuh otoriter ditandai dengan adanya aturan-aturan dan batasan yang mutlak yang ditaati anak, anak tidak memiliki pilihan lain yang sesuai dengan kemampuan dan pendapatnya sendiri.
Nurbani Yusuf (1983: 75) berpendapat bahwa pola asuh orang tua otoriter, orang tua ingin menguasai rumah tangga termasuk anak. Anak tidak diberi kesempatan untuk membela pendapatnya, tidak menghiraukan keluhan anaknya dan terlalu disiplin. Menurut Singgih Dirga Gunarsa (1982: 94) bahwa dalam pola asuh otoriter, orang tua terlalu menghawatirkan anak dengan cara melindungi dan mengawasinya dengan ketat, sehingga membuat anak tidak mampu berbuat apa-apa. Jadi menurut pendapat ini bahwa dalam pola asuh otoriter orang tua terlalu mengkhawatirkan anak dengan mengawasinya secara ketat, sehingga anak tidak dapat berbuat apa-apa.
b.    Pola asuh demokratis
Sutari Imam Barnadib mengemukakan bahwa pola asuh orang tua demokratis menghargai anak untuk mendeskripsikan ide-idenya selain itu orang tua juga menunjukkan sikap terbuka, toleran dan bersedia membantu dalam memcahkan problem yang dihadapi anak (1978: 9). Ditegaskan lebih lanjut bahwa sikap demokratis ini akan lebih menguntungkan anak itu sendiri. Hal ini disebabkan (a) adanya tuntunan yang jelas, (b) anak ada kesempatan aktif dan berinisiatif, (c) adanya kebebasan, (d) anak diperlukan dengan semestinya, (e) adanya rasa sosial karena terbiasa adanya musyawarah dalam keluarga.
Hal ini akan menguntungkan diri anak sendiri, karena anak mempunyai tuntunan yang jelas, kesempatan aktif dan berinisiatif, kebebasan dan anak diperlakukan sebagaimana mestinya, serta adanya musyawarah dalam keluarga sehingga anak mempunyai rasa sosial. Didikan demokratis sebagai didikan dimana orang tua sering berembug mengenai tindakan-tindakan yang harus diambil, menerangkan alasan-alasan dari peraturan, menjawab pertanyaan anak dan toleran. Menurut pendapat ini bahwa dalam didikan demokratis orang tua sering berembug mengenai tindakan-tindakan anak, membuat peraturan disertai alasan, menjawab pertanyaan anak dan toleran, sehingga anak akan lebih percaya diri, terbuka, mudah bekerja sama, dan mampu menyeseuaikan diri secara baik.
c.     Pola asuh pemisif
Wisdiati (1990: 4) mengemukakan bahwa pola asuh permisif berdiri ditengah-tengah antara otoriter dan demokratis, dimana orang tua kurang begitu tegas, anak menentukan sendiri apa yang dikehendakinya. Menurut pendapat ini, bahwa pola asuh permisif orang tua kurang tegas dalam anak menentukan sendiri segala seuatu yang dikehendakinya. Pola asuh permisif merupakan sikap dimana orang tua memberikan banyak kebebasan kepada anak tanpa ada norma tertentu yang ditakuti.
Hurlock yang dikutip oleh Purwaningsih (1989: 20) mengemukakan bahwa pola asuh permisif ditandai dengan adanya pemberian kebebasan pada anak sebanyak mungkin, ibu memberikan kasing sayang, ayah bersifat longgar. Anak tidak dituntut untuk bertanggung jawab justru diberi hak yang sama dengan orang dewasa, anak diberi kebebasan untuk mengatur dirinya sendiri, orang tua tidak banyak mengatur dan mengontrol. Dalam hal ini anak diberi kesempatan sebanyak mungkin untuk mengatur diri sendiri, tidak dituntut suatu tanggung jawab, ibu memberi kebebasan, ayah bersikap longgar, dan orang tua tidak banyak mengatur dan mengontrol.
2.      Sosialisasi dalam Masyarakat
Sosialisasi dalam masyarakat merupakan sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat. Sosialisasi masyarakat dapat diartikan sebagai proses yang terjadi dalam masyarakat yang membuat seorang individu yang tidak tahu menahu tentang dirinya menjadi tahu dan memahami.
Manusia merupakan makhluk sosial yang mana manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa orang lain. Masyarakat diartikan sebagai sekelompok manusia, dengan demikian manusia memerlukan sosialisasi dalalam masyarakat. Pendidikan masyarakat dimulai sejak anak lepas dari asuhan keluarga dan berada di luar pendidikan sekolah. Jika orang tua atau anggota keluarga yang lain tidak berperan lahi terhadap anak, artinya tidak mengadakan pengawasan terhadap tingkah laku anak, maka dapat dikatakan bahwa anak tersebut tidak berada dalam lingkungan keluarga. Biarpun ia mungkin masih berada di halaman rumahnya. Misalnya ia sedang bermain-main dengan kawan-kawan sebayanya.
Teman sebaya dalam kesehariannya sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak. Dimana mereka akan menularkan kebiasaan-kebiasaan yang dibawanya. Sehingga lingkungan disini yang diartikan sebagai masyarakat jelas sangat mempengaruhi perkembangan anak. Jika lingkungan kita baik maka kita akan baik, begitu juga sebaliknya. Ada perbedaan mengenai makna suatu nilai di tempat dan dengan kondisi suatu masyarakat yang berbeda pula. Perbedaan mengenai pandangan yang baik dan buruk tersebut di pengaruhi oleh kebiasaan dan juga tradisi pada masyarakat setempat. Hal yang baik di suatu tempat belum berarti memiliki arti yang baik juga di tempat yang lainnya. Sama hal-nya dengan dengan nilai yang di anggap buruk di suatu masayrakat belum tentu di anggap buruk pula di tempat yang lainnya. Pola asuh yang terdapat di dalam masyarakat bantara kali code mungkin berbeda dengan masyarakat lainnya, begitu pula lingkungan sekundernya yang merupakan salah satu faktor penentu bagaimana seorang anak menerima nilai dan juga mengaplikasikan nilai tersebut melalui suatu tindakan pada setiap proses interaksi yang di lakukan.
3.      Landasan  Teori
Dalam penelitian yang berjudul Pola Asuh Anak Pada Masyarakat Bantaran Kali Code merujuk pada teori Tindakan Sosial dan juga Teori Struktural Fungsional. Teori Tindakan Sosial menyebutkan ada 4 jenis tindakan yang biasa di lakukan oleh suatu individu ataupun masyarat di dalam kehidupan sosialnya. Keempat tindakan sosial menurut Weber Yaitu :
·                Zweck Rational atau tindakan sosial yang melandarkan diri kepada pertimbangan-pertimbangan manusia yang rasional ketika menghadapi lingkungan eksternalnya.
·                Wert Rational, yaitu tindakan sosial yang rasional, namun menyandarkan diri kepada suatu nilai-nilai absolut tertentu. Nilai-nilai yang di jadikan sandaran ini bisa nilai etis, estetis, keagamaan atau pula nilai-nilai lain.
·                Affectual, yaitu suatu tindakan sosial yang timbul karena dorongan atau motivasi emosional. Ledakan kemarahan seseorang misalnya.
·                Tradisional, yaitu tindakan sosial yang didorong dan berorientasi kepada tradisi masa lampau. Tradisi ini adalah suatu kebiasaan bertindak yang berkembang di masa lalu.
Keempat tindakan sosial ini menurut weber akan mempengaruhi pola-pola hubungan sosial serta struktur sosial masyarakat. Perkembangan Seorang anak baik dalam cara bertindak dalam kehidupan sosial maupun pengembanran kepribadian di dalam dirinya dapat di pengaruhi oleh suatu tindakan sosial dari pola asuh orang tuanya ataupun pengaruh dari tindakan apa yang di lihat dan di internalisasikannya dari lingkungan masyarakat tempat tinggalnya. Dalam kehidupan masyarakat tindakan sosial yang di lakukan di dalam suatu tempat dapat berbeda makna jika di tempat yang lainnya. Di suatu tempat memungkinkan seseroang untuk berbicara mengumpat di kategorikan sebagai hal yang lumrah, namun tidak dengan masyarakat yang berbeda hal tersebut tentu saja dapat di katakana sebagai suatu hal yang melanggar norma kesusilaan dan kesopanan yang ada di masyarakat.
Dalam teori Struktural Fungsional yang di kemukakan oleh Talcott Parsons di terangkan bahwa terdapat empat imperative fungsional bagi sistem “tindakan” yaitu melalui skema AGIL. Agar dapat bertahan hidup, sistem harus menjalankan keempat fungsi tersebut :
·         Adaptasi, sistem harus mengatasi kebutuhan situasional yang berasal dari luar.  Seseorsng haruslah beradaptasi dengan lingkungannya dan menyesuaikan lingkungan dengan kebutuhan-kebutuhannya.
·         Pencapaian Tujuan, sistem harus mendefinisikan dan mencapai tujuan utamanya.
·         Integrasi sistem harus mengukur hubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya.
·         Latensi. Sistem harus melengkapi, memelihara, dan memperbarui motivasi individu dan pola-pola budaya yang menciptakan dan mempertahankan motivasi tersebut.
Fungsi AGIL tersebut menurut Parsons dapat menjadi suatu tolak ukur suatu masyarakat dalam bertindak. Pola asuh suatu keluarga sangat berpengaruh terhadap bagaimana suatu anak tersebut bertindak di dalam masyarakatnya. Lingkungan sekunder terutama lingkungan tempat tinggal sangat mempengaruhi suatu anak untuk berdaptasi dan membentuk kepribadian serta memepengaruhi pola ikir si anak kedepannya. Proses adaptasi ini sangat berhubungan dengan integrasi bagaimanan seorang individu atau seorang anak dapat bergabung dan menjadi satu dengan lingkungannya agar dapat di terima dengan baik. Latensi merupakan suatu pengukuhan dari pola asuh yang di lakukan orang tua yang di internalisasi di dalam diri seorang anak dan juga bagaimana nilai tersebut di pertahankan dan juga di pelihara di dalam sebuah sistem.

2 komentar:

  1. Thanks infonya, menarik banget. Oiya ngomongin pola asuh anak, ternyata ada loh cara asuh yang cerdas biar anak itu bisa sukses di masa depan seperti miliarder Bill Gates. Gimana caranya? Yuk liat selengkapnya di sini: Cara asuh orang tua Bill Gates


    BalasHapus