POLA ASUH DAN SOSIALISASI DI MASYARAKAT SEBAGAI PEMBENTUK KEPRIBADIAN
1.
Pola
asuh orang tua
Secara
epistemologi kata pola diartikan sebagai cara kerja, dan kata asuh berarti
menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil, membimbing (membantu, melatih, dan
sebagainya) supaya dapat berdiri sendiri, atau dalam bahasa popularnya adalah
cara mendidik.
Secara terminologi pola asuh orang tua
adalah cara terbaik yang ditempuh oleh orang tua dalam mendidik anak sebagai
perwujudan dari pertanggungjawaban kepada anak. Jadi yang dimaksudkan dengan
pola asuh orang tua adalah pola yang diberikan orang tua dalam mendidik atau
mengasuh anak baik secara langsung maupun tidak langsung.
Cara mendidik secara langsung artinya
bentuk usaha orang tua yang berkaitan dengan pembentukan kepribadian,
kecerdasan dan ketrampilan yang dilakukan secara sengaja, baik berupa perintah,
larangan, hukuman, penciptaan situasi maupun pemberian hadiah sebagai alat
pendidikan. Sedangkan mendidik secara tidak langsung merupakan contoh kehidupan
sehari-hari mulai dari tutur kata sampai kepada adat kebiasaan dan pola hidup,
hubungan orang tua, keluarga, masyarakat dan hubungan suami istri.
Ada tiga macam pola asuh yang digunakan
dalam masyarakat yaitu pola asuh otoriter, pola asuh permisif, dan pola asuh
demokratis.
a. Pola
asuh otoriter
Lok
(1986: 51) mengemukakan bahwa dalam pola asuh otoriter, orang tua menentukan
aturan-aturan dan batasan-batasan yang mutlak yang harus ditaati oleh anaknya.
Menurut pendapat ini bahwa pola asuh otoriter ditandai dengan adanya
aturan-aturan dan batasa yang mutlak yang harus ditaati anaknya, anak harus
patuh dan tunduk sehingga anak tidak memiliki pilihan lain yang sesuai dengan kemauan
dan pendapat sendiri. Menurut pendapat ini bahwa pola asuh otoriter ditandai
dengan adanya aturan-aturan dan batasan yang mutlak yang ditaati anak, anak
tidak memiliki pilihan lain yang sesuai dengan kemampuan dan pendapatnya
sendiri.
Nurbani
Yusuf (1983: 75) berpendapat bahwa pola asuh orang tua otoriter, orang tua
ingin menguasai rumah tangga termasuk anak. Anak tidak diberi kesempatan untuk
membela pendapatnya, tidak menghiraukan keluhan anaknya dan terlalu disiplin.
Menurut Singgih Dirga Gunarsa (1982: 94) bahwa dalam pola asuh otoriter, orang
tua terlalu menghawatirkan anak dengan cara melindungi dan mengawasinya dengan
ketat, sehingga membuat anak tidak mampu berbuat apa-apa. Jadi menurut pendapat
ini bahwa dalam pola asuh otoriter orang tua terlalu mengkhawatirkan anak
dengan mengawasinya secara ketat, sehingga anak tidak dapat berbuat apa-apa.
b. Pola
asuh demokratis
Sutari Imam Barnadib mengemukakan bahwa
pola asuh orang tua demokratis menghargai anak untuk mendeskripsikan ide-idenya
selain itu orang tua juga menunjukkan sikap terbuka, toleran dan bersedia
membantu dalam memcahkan problem yang dihadapi anak (1978: 9). Ditegaskan lebih
lanjut bahwa sikap demokratis ini akan lebih menguntungkan anak itu sendiri.
Hal ini disebabkan (a) adanya tuntunan yang jelas, (b) anak ada kesempatan
aktif dan berinisiatif, (c) adanya kebebasan, (d) anak diperlukan dengan
semestinya, (e) adanya rasa sosial karena terbiasa adanya musyawarah dalam
keluarga.
Hal ini akan menguntungkan diri anak
sendiri, karena anak mempunyai tuntunan yang jelas, kesempatan aktif dan
berinisiatif, kebebasan dan anak diperlakukan sebagaimana mestinya, serta
adanya musyawarah dalam keluarga sehingga anak mempunyai rasa sosial. Didikan
demokratis sebagai didikan dimana orang tua sering berembug mengenai
tindakan-tindakan yang harus diambil, menerangkan alasan-alasan dari peraturan,
menjawab pertanyaan anak dan toleran. Menurut pendapat ini bahwa dalam didikan
demokratis orang tua sering berembug mengenai tindakan-tindakan anak, membuat peraturan
disertai alasan, menjawab pertanyaan anak dan toleran, sehingga anak akan lebih
percaya diri, terbuka, mudah bekerja sama, dan mampu menyeseuaikan diri secara
baik.
c. Pola
asuh pemisif
Wisdiati (1990: 4) mengemukakan bahwa
pola asuh permisif berdiri ditengah-tengah antara otoriter dan demokratis,
dimana orang tua kurang begitu tegas, anak menentukan sendiri apa yang
dikehendakinya. Menurut pendapat ini, bahwa pola asuh permisif orang tua kurang
tegas dalam anak menentukan sendiri segala seuatu yang dikehendakinya. Pola
asuh permisif merupakan sikap dimana orang tua memberikan banyak kebebasan
kepada anak tanpa ada norma tertentu yang ditakuti.
Hurlock yang dikutip oleh Purwaningsih
(1989: 20) mengemukakan bahwa pola asuh permisif ditandai dengan adanya
pemberian kebebasan pada anak sebanyak mungkin, ibu memberikan kasing sayang,
ayah bersifat longgar. Anak tidak dituntut untuk bertanggung jawab justru
diberi hak yang sama dengan orang dewasa, anak diberi kebebasan untuk mengatur
dirinya sendiri, orang tua tidak banyak mengatur dan mengontrol. Dalam hal ini
anak diberi kesempatan sebanyak mungkin untuk mengatur diri sendiri, tidak
dituntut suatu tanggung jawab, ibu memberi kebebasan, ayah bersikap longgar,
dan orang tua tidak banyak mengatur dan mengontrol.
2.
Sosialisasi
dalam Masyarakat
Sosialisasi dalam masyarakat merupakan
sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu
generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat. Sosialisasi
masyarakat dapat diartikan sebagai proses yang terjadi dalam masyarakat yang
membuat seorang individu yang tidak tahu menahu tentang dirinya menjadi tahu
dan memahami.
Manusia merupakan makhluk sosial yang
mana manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa orang lain. Masyarakat diartikan
sebagai sekelompok manusia, dengan demikian manusia memerlukan sosialisasi
dalalam masyarakat. Pendidikan masyarakat dimulai sejak anak lepas dari asuhan
keluarga dan berada di luar pendidikan sekolah. Jika orang tua atau anggota
keluarga yang lain tidak berperan lahi terhadap anak, artinya tidak mengadakan
pengawasan terhadap tingkah laku anak, maka dapat dikatakan bahwa anak tersebut
tidak berada dalam lingkungan keluarga. Biarpun ia mungkin masih berada di
halaman rumahnya. Misalnya ia sedang bermain-main dengan kawan-kawan sebayanya.
Teman sebaya dalam kesehariannya sangat
berpengaruh terhadap perkembangan anak. Dimana mereka akan menularkan
kebiasaan-kebiasaan yang dibawanya. Sehingga lingkungan disini yang diartikan
sebagai masyarakat jelas sangat mempengaruhi perkembangan anak. Jika lingkungan
kita baik maka kita akan baik, begitu juga sebaliknya. Ada perbedaan mengenai makna suatu nilai di tempat dan
dengan kondisi suatu masyarakat yang berbeda pula. Perbedaan mengenai pandangan
yang baik dan buruk tersebut di pengaruhi oleh kebiasaan dan juga tradisi pada
masyarakat setempat. Hal yang baik di suatu tempat belum berarti memiliki arti
yang baik juga di tempat yang lainnya. Sama hal-nya dengan dengan nilai yang di
anggap buruk di suatu masayrakat belum tentu di anggap buruk pula di tempat
yang lainnya. Pola asuh yang terdapat di dalam masyarakat bantara kali code
mungkin berbeda dengan masyarakat lainnya, begitu pula lingkungan sekundernya
yang merupakan salah satu faktor penentu bagaimana seorang anak menerima nilai
dan juga mengaplikasikan nilai tersebut melalui suatu tindakan pada setiap
proses interaksi yang di lakukan.
3. Landasan Teori
Dalam penelitian yang berjudul Pola Asuh Anak Pada
Masyarakat Bantaran Kali Code merujuk pada teori Tindakan Sosial dan juga Teori
Struktural Fungsional. Teori Tindakan Sosial menyebutkan ada 4 jenis tindakan
yang biasa di lakukan oleh suatu individu ataupun masyarat di dalam kehidupan
sosialnya. Keempat tindakan sosial menurut Weber Yaitu :
·
Zweck
Rational atau tindakan sosial yang melandarkan diri kepada
pertimbangan-pertimbangan manusia yang rasional ketika menghadapi lingkungan
eksternalnya.
·
Wert
Rational, yaitu tindakan sosial yang rasional, namun menyandarkan diri kepada
suatu nilai-nilai absolut tertentu. Nilai-nilai yang di jadikan sandaran ini
bisa nilai etis, estetis, keagamaan atau pula nilai-nilai lain.
·
Affectual,
yaitu suatu tindakan sosial yang timbul karena dorongan atau motivasi
emosional. Ledakan kemarahan seseorang misalnya.
·
Tradisional,
yaitu tindakan sosial yang didorong dan berorientasi kepada tradisi masa
lampau. Tradisi ini adalah suatu kebiasaan bertindak yang berkembang di masa
lalu.
Keempat tindakan sosial ini menurut weber akan
mempengaruhi pola-pola hubungan sosial serta struktur sosial masyarakat.
Perkembangan Seorang anak baik dalam cara bertindak dalam kehidupan sosial
maupun pengembanran kepribadian di dalam dirinya dapat di pengaruhi oleh suatu
tindakan sosial dari pola asuh orang tuanya ataupun pengaruh dari tindakan apa
yang di lihat dan di internalisasikannya dari lingkungan masyarakat tempat
tinggalnya. Dalam kehidupan masyarakat tindakan sosial yang di lakukan di dalam
suatu tempat dapat berbeda makna jika di tempat yang lainnya. Di suatu tempat
memungkinkan seseroang untuk berbicara mengumpat di kategorikan sebagai hal
yang lumrah, namun tidak dengan masyarakat yang berbeda hal tersebut tentu saja
dapat di katakana sebagai suatu hal yang melanggar norma kesusilaan dan
kesopanan yang ada di masyarakat.
Dalam teori Struktural Fungsional yang di kemukakan
oleh Talcott Parsons di terangkan bahwa terdapat empat imperative fungsional
bagi sistem “tindakan” yaitu melalui skema AGIL. Agar dapat bertahan hidup,
sistem harus menjalankan keempat fungsi tersebut :
·
Adaptasi,
sistem harus mengatasi kebutuhan situasional yang berasal dari luar. Seseorsng haruslah beradaptasi dengan
lingkungannya dan menyesuaikan lingkungan dengan kebutuhan-kebutuhannya.
·
Pencapaian
Tujuan, sistem harus mendefinisikan dan mencapai tujuan utamanya.
·
Integrasi
sistem harus mengukur hubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya.
·
Latensi.
Sistem harus melengkapi, memelihara, dan memperbarui motivasi individu dan
pola-pola budaya yang menciptakan dan mempertahankan motivasi tersebut.
Fungsi AGIL tersebut menurut Parsons dapat menjadi
suatu tolak ukur suatu masyarakat dalam bertindak. Pola asuh suatu keluarga
sangat berpengaruh terhadap bagaimana suatu anak tersebut bertindak di dalam
masyarakatnya. Lingkungan sekunder terutama lingkungan tempat tinggal sangat
mempengaruhi suatu anak untuk berdaptasi dan membentuk kepribadian serta
memepengaruhi pola ikir si anak kedepannya. Proses adaptasi ini sangat
berhubungan dengan integrasi bagaimanan seorang individu atau seorang anak
dapat bergabung dan menjadi satu dengan lingkungannya agar dapat di terima
dengan baik. Latensi merupakan suatu pengukuhan dari pola asuh yang di lakukan
orang tua yang di internalisasi di dalam diri seorang anak dan juga bagaimana
nilai tersebut di pertahankan dan juga di pelihara di dalam sebuah sistem.
Thanks infonya, menarik banget. Oiya ngomongin pola asuh anak, ternyata ada loh cara asuh yang cerdas biar anak itu bisa sukses di masa depan seperti miliarder Bill Gates. Gimana caranya? Yuk liat selengkapnya di sini: Cara asuh orang tua Bill Gates
BalasHapusBila ada yang ingin baca juga Kredit Tanpa Agunan
BalasHapus