Sabtu, 23 Januari 2016

PERAN GURU DALAM MEMBANGUN KULTUR SEKOLAH



PERAN GURU DALAM MEMBANGUN KULTUR SEKOLAH
A.    Kultur Sekolah
Pentingnya kultur sekolah telah diingatkan oleh Seymour Sarason seperti Goodlad (1961 : 16) yang mengatakan bahwa sekolah-sekolah mempunyai kultur yang harus dipahami dan harus dilibatkan jika suatu usaha mengadakan perubahan terhadapnya tidak sekedar kosmetik. Kultur sekolah akan dapat menjelaskan bagaimana sekolah berfungsi dan seperti apakah mekanisme internal yang terjadi.
Sekolah dalam posisinya sebagai bagian dari kultur nasional diperlukan untuk menghidupkan kultur nasional dan memadukan dengan kultur setempat. Para siswa masuk ke sekolah dengan bekal kultur mereka miliki, sebagian sejalan dengan kultur nasional. Kondisi ini membawa akibat terjadinya konflik kultur yang akan mempengaruhi perilaku belajar para siswa di sekolah. Setiap sekolah yang ingin memperbaiki kinerja sekolah perlu memperhitungkan kondisi kultur yang saat ini ada di sekolah yang bersangkutan dengan mengidentifikasi kondisi aneka kultur yang saat ini yang ada dan posisi kultur tersebut dalam kaitannya dengan belajar.
Budaya sekolah menurut Wagner (2004) bukanlah sebuah deskripsi demografis yang berhubungan dengan ras, sosio-ekonomik, atau factor-faktor geografi. Namun, tentang bagaimana orang-orang memperlakukan orang lain, menilai orang lain, dan bagaimana mereka bekerja dan bersama-sama menghasilkan kemajuan baik secara professional maupun personal. Setiap sekolah memiliki keunikan budayanya sendiri-sendiri yang melekat dalam ritual dan tradisi sejarah dan perlakuan sekolah.
Setiap sekolah memiliki keunikan budayanya sendiri-sendiri yang melekat dalam ritual-ritual dan tradisi-tradisi sejarah dan pengalaman sekolah. Oleh karena itu, dengan adanya budaya sekolah, dapat diketahui atau dipahami pola perilaku dari sebuah sekolah yang memberdayakannya dengan sekolah lain. Cavanagh dan Dellar (1998) menyatakan bahwa budaya sekolah dihasilkan dari persepsi individu dan persepsi kolektif yang ada di sekolah serta dari interaksi antar personal-personal sekolah, orangtua, dan system pendidikan.
Pengertian kultur sekolah menurut beberapa ahli :
1.      Deal dan Kennedy (1999) mendefinisikan Kultur sekolah sebagai keyakinan dan nilai-nilai milik bersama yang menjadi pengikat kuat kebersamaan mereka sebagai warga suatu masyarakat.
2.      Hoy, Tarter, dan Kotkamp (Roach dan Thomas, 2004) budaya sekolah didefinisikan sebagai sebagai sebuah sistem orientasi bersama (norma-norma, nilai-nilai, dan asumsi-asumsi dasar) yang di pegang oleh anggota sekolah, yang akan menjaga kebersamaan unit dan memberikan identitas yang berbeda.
3.      Stchein (1992) kultur sekolah suatu pola asumsi dasar hasil invensi, penemuan atau pengembangan oleh suatu kelompok tertentu saat ia belajar mengatasi masalah-masalah yang telah berhasil baik serta dianggap valid, dan alhirnya diajarkan ke warga baru sebagai cara-cara yang benar dalam memandang, memikirkan dan merasakan masalah-masalah tersebut.
4.      Stolp dan Smith (1995) budaya sekolah adalah pola makna yang terdiri dari norma-norma,nilai-nilai, kepercayaan, tradisi dan mitos yang dipahami oleh anggota-anggota dalam komunitas sekolah.
5.      Paterson (2002) budaya sekolah adalah kumpulan dari norma-norma, nilai-nilai dan kepercayaan, ritual-ritual dan seremonial, symbol-simbol dan cerita-cerita yang menghiasi kepribadian.
Dari definisi tersebut dikatakan bahwa budaya sekolah memiliki unsur-unsur yang terdiri dari asumsi-asumsi dasar, nilai-nilai, sikap dan norma yang dipegang oleh anggota-anggota sekolah dan kemudian mengarah pada bagaimana mereka berperilaku serta akan menjadi karakteristik sekolah mereka.
B.     Peran Kultur Sekolah dalam Membangun Mutu Sekolah
Dalam kaitannya dengan peningkatan mutu sekolah,  Stoll dan Fink (2000) mengidentifikasi 10 norma-norma budaya yang mempengaruhi perbaikan sekolah adalah:
1.      Tujuan bersama (shared goals) kata kuncinya “Kami tahu kemana kami menuju”.
2.      Tanggung jawab akan kesuksesan (responsiblity for succeed) “Kami harus sukses”.
3.      Kolegial (collegiality) “Kami bekerja bersama-sama”.
4.      Perbaikan kontinu (continuous improvement) “Kami mampu mendapat yang lebih baik”.
5.      Pembelajaran yang abadi (lifelong learning) “Pembelajaran untuk semua orang”.
6.      Mengambil risiko (risk taking) “Kami belajar dengan mencoba yang baru”.
7.      Dukungan (support) “Selalu ada seseorang yang ditolong”.
8.      Saling menghoramati (mutual respect) “Semua orang memiliki sesuatu yang diberikan”.
9.      Keterbukaan (openness) “Kami dapat mebedakan perbedaan-perbedaan kami”.
10.  Perayaan dan humor (celebration and humor) “Kami merasa baik dengan diri kami”.
Adapun ritual-ritual dan seremonial, simbol-simbil, cerita-cerita, dan mitos-mitos menurut Hoy dan Miskel (2005) merupakan sekelompok simbo-simbol yang mengkomunikasikan budaya-budaya sekolah. Tiga sistem simbol yang mengkomunikasikan budaya sekolah adalah cerita-cerita, ikon-ikon, dan ritual.
1.      Cerita
Merupakan naratif-naratif yang berdasarkan pada peristiwa-peristiwa yang benar, tetapi kombinasi dari kebenaran dan fiksi. Mitos merupakan cerita-cerita yang mengkomunikasikan suatu kepercayaan yang tidak disangkal dan tidak bisa ditunjukkan oleh fakta. Legenda yang berupa cerita yang diceritakan turun temurun dan diuraikan dengan rincian-rincian fiksi.
2.      Ikon-ikon
Merupakan artifak-artifak secara fisik yang digunakan untuk mengkomunikasikan budaya seperti logo, semboyan, dan tropi.
3.      Ritual-ritual
Adalah rutinitan seremonial-serenomial dan upacara-upacara yang mengisyaratkan tentang yang penting di dalam organisasi. Rutinitas ritual atau seremonial ini, menurut Wager dan Copas (2002) disebut tradisi dari sebuah sekolah.

C.     Peran Guru dalam Membentuk Kultur Sekolah yang Positif
Pada dasarnya kualitas sebuah lembaga pendidikan bisa dilihat dari sejauh mana keberhasilannya dalam meningkatkan kualitas mulai dari kultur organisasi atau institusi. Khusus dalam lembaga pendidikan formal seperti sekolah kultur yang dibangun adalah nilai-nilai atau norma-norma yang dianut dari generasi ke generasi.
Peran kultur di sekolah akan sangat mempengaruhi perubahan sikap maupun perilaku dari warga sekolah. Kultur sekolah yang positif akan menciptakan suasana kondusif bagi tercapainya visi dan misi sekolah, demikian sebaliknya kultur yang negatif akan membuat pencapaian visi dan misi sekolah mengalami banyak kendala. Kultur sekolah yang baik misalnya kemauan menghargai hasil karya orang lain, kesungguhan dalam melaksanakan tugas dan kewajiban, motivasi untuk terus berprestasi, komitmen serta dedikasi kepada tanggungjawab. Sedangkan kultur yang negatif misalnya kurang menghargai hasil karya orang lain, kurang menghargai perbedaan, minimnya komitmen, dan tiadanya motivasi berprestasi pada warga sekolah.
Berkaitan dengan peningkatan sumber daya manusia, juga perlu diciptakan kultur yang baik. Pada semua tenaga pendidik dan tenaga kependidikan harus ada komunikasi dan kolaborasi yang apik sehingga mendukung sebuah lembaga untuk terus berinovasi, untuk terus melakukan perubahan yang positif, atau Tajdid dalam bahasa persyarikatan kita. Tenaga pendidik dan kependidikan yang memiliki kultur yang baik akan meciptakan suasana pembelajaran kepada peserta didik yang juga menyenangkan, dilakukan dengan kesungguhan dan sepenuh hati.
Untuk siswa perlu ditingkatkan motivasi belajar dan pentingnya kedisiplinan, kejujuran dan motivasi berprestasi sehingga kompetisi antar siswa akan tercipta. Contoh kultur negatif yang masih sering dilakukan siswa antara lain masih kurang diperhatikannya persoalan kedisiplinan, ini terbukti dari angka keterlambatan yang cukup tinggi.
Budaya inovasi juga perlu ditingkatkan dalam semua elemen dan warga sekolah. Misalnya saja guru harus membudayakan untuk terus berinovasi dalam pembuatan media pembelajaran. Metode pembelajaran yang konvensional harus diganti dengan metode baru yang kontemporer dan profesional tanpa meninggalkan penekanan kepada makna dan kearifan lokal.
Setiap perubahan budaya menuju perbaikan jelas akan menemui tantangan, terutama oleh mereka yang merasa sudah mapan, status quo yang yang sudah terlanjur nyaman dengan kemapanan. Kelompok pembaharu umumnya akan ditentang, memang karena perubahan itu akan terkesan menakutkan bagi sebagian orang. Dalam manajemen organisasi ini sesuatu yang wajar namun tetap perlu dikendalikan.
Solusinya, harus ada kemauan untuk membangun budaya yang kondusif bagi pembelajaran itu dari semua pihak. Lembaga sekolah harus melakukan berbagai pendekatan agar terjadi komunikasi yang baik antara sekolah dengan warga sekolah. Pendekatan yang dilakukan bisa massal maupun personal. Namun agaknya kecenderungan yang lebih efektif adalah pendekatan personal. Dalam pendekatan itu sekolah wajib menyadarkan warga sekolah akan kebutuhan terhadap perubahan itu sendiri, dilakukan sosialisasi, pelatihan dan sebagainya. Disamping juga peraturan yang sudah dibuat melalui konsensus itu mesti ditegakkan.
Bagi guru, agar mudah menerima perubahan maka mesti memperluas wawasan, sharing perkembangan yang sudah terjadi di luar sana sehingga bisa berpikir lebih akomodatif terhadap perubahan positif kebudayaan. Dan yang tidak kalah penting, kepada siswa perlu dilakukan sosialisasi mengenai tantangan dunia ke depan sehingga mereka termotivasi untuk menyiapkan diri menghadapi tantangan zaman.
Terhadap kultur yang dibawa oleh kecanggihan teknologi memang tidak semuanya baik. Kita perlu menyaring, memilih dan memilah mana yang baik dan mana yang tidak baik. Tidak semuanya konsekuensi teknologi itu kita biarkan, diperlukan adaptasi, bukan adopsi. Namun adanya sisi negatif itu bukan berarti kita harus menutup diri dari teknologi, kalau kita antipati maka kita pasti semakin tertinggal.
Menurut Senge, pemimpin sebagai guru tidak berarti seperti pakar yang memiliki otoritas mengajar tentang padangan yang benar tentang realitas. Peran pemimpin sebagai guru adalah membantu setiap orang dalam organisasi sekolah, yang mencakup memfasilitasi, membimbing, atau melatih. Pemimpin sebagai guru harus memperhatikan esensi bahasa untuk membangun batas perubahan kultur. Selanjutnya, dijelaskan bahwa pemimpin sebagai guru memerlukan perhatian terhadap bahasa, baik verbal maupun non verbal. Dengan bahasa inilah, ia akan menjalin komunikasi dengan berbagai pihak. Proses ini menurut Senge mencakup: (1) membuat rangka batas diskusi; (2) memperhatikan nilai bersama dalam proses administrasi, konteks sejarah praktek tradisional, atau perbedaan kultur; (4) membuat semua anggota sadar akan kerangka kerja yang digunakan membimbing dialog.

DAFTAR PUSTAKA
Hanum, Farida. 2013. Sosiologi Pendidikan.Yogyakarta: Kanwa Publiser.


GURU DAN INTERAKSI YANG HARMONIS DI KELAS



GURU DAN INTERAKSI YANG HARMONIS DI KELAS

A.    Peran Guru Dalam Proses Pembelajaran
Eksistensi guru dalam proses pendidikan dan pembelajaran tidak berbeda dengan air untuk ikan dan pembelajaran tidak berbeda dengan air untuk ikan di dalam sebuah akuarium. Sedemikian pentingnya sehingga jika tidak ada, kehidupan di dalam akuarium tersebut tidak dapat berlangsung. Guru adalah sosok yang mampu menciptakan sebuah kondisi khusus pada kehidupan seseorang, khususnya terkait dengan kemampuan menghadapi kondisi kehidupan di masyarakat. Dengan mengikuti prosesyang diselenggarakan guru, proses pendidikan, dan pembelajaran, ada banyak manfaat yang dapat diperoleh seseoran sehingga hal tersebut dapat meningkatkan kualitas kompetensi dirinya.
Proses pembelajaran akan efektif, jika komunikasi dan interaksi antara guru dengan siswa terjadi secara intensif. Guru dapat merancang model-model pembelajaran sehingga siswa dapat belajar secara optimal. Guru mempunyai peran ganda dan sangat strategis dalam kaitannya dengan kebutuhan siswa. Peran dimaksudkan adalah guru sebagai guru, guru sebagai orang tua, dan guru sebagai sejawat belajar.
Proses pembelajaran akan efektif, jika komunikasi dan interaksi antara guru dengan siswa terjadi secara intensif. Guru dapat merancang model-model pembelajaran sehingga siswa dapat belajar secara optimal. Guru mempunyai peran ganda dan sangat strategis dalam kaitannya dengan kebutuhan siswa. Peran dimaksudkan adalah guru sebagai guru, guru sebagai orang tua, dan guru sebagai sejawat belajar.
1. Guru sebagai guru.
Pekerjaan utama guru adalah mengajar dan mendidik siswa siswa, yang berusaha agar semua siswanya mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang diajarkan dengan baik.
2. Guru sebagai orang tua.
Tempat mencurahkan segala perasaan siswa, tempat mengadu siswa ketika mengalami gangguan. Siswa merasa aman dan nyaman ketika dekat dengan guru, bahkan merasa rindu jika tidak bertemu guru. Interaksi guru dan siswa bagaikan hubungan orang tua dan anak, hangat, akrab, harmonis, dan tulus. Peran guru sebagai orang tua dilakukan di lingkungan sekolah lebih bersifat hubungan emosional dan penyeteraan perasaan guru dan siswa. Siswa akan merasa aman dan nyaman di lingkungan sekolah. Interaksi lebih berdasarkan kasih sayang dan saling pengertian oleh karenanya keterbukaan siswa dalam hal permasalahan pribadi maupun masalah yang berhubungan dengan pembelajaran dapat terungkap. Dalam hal ini guru harus tahu betul karakteristik siswa untuk menentukan sikap yang berkaitan dengan kebijakan pembelajaran.
Hal yang harus diperhatikan guru berkenaan dengan karakteristik siswa antara lain:
a.       Setiap siswa memiliki pengalaman dan potensi belajar yang berbeda.
b.      Setiap siswa memiliki tendensi untukmenentukan kehidupanya sendiri.
c.       Siswa lebih memberikan perhatian pada hal-hal menarik bagi dia dan menjadi kebutuhannya.
d.      Siswa lebih menyenangi hal-hal yang bersifat kongkrit dan praktis.
e.       Siswa lebih suka menerima saran-saran daripada diceramahi.
f.       Siswa lebih menyukai pemberian penghargaan (reward) dari pada hukuman ( punishment )
3. Guru sebagai teman.
Sebagai pasangan untuk berbagai pengalaman dan beradu argumentasi dalam diskusi secara informal. Guru tidak merasa direndahkan jika siswa tidak sependapat, atau memang pendapat siswa yang benar, dan menerima saran siswa murid yang masuk akal. Hubungan guru dan siswa mengutamakan nilai-nilai demokratis dalam proses pembelajaran.
Dalam berperan sebagai orang tua dan sebagai sahabat seorang guru dalam proses pembelajaran dan berinteraksi harus memperhatikan hal-hal dibawah ini:
a.       Mendengarkan dan tidak mendominasi.
Karena siswa merupakan pelaku utama dalam pembelajaran, maka guru harus memberi kesempatan agar siswa dapat aktif. Upaya pengalihan peran dari fasilitator kepada siswa bisa dilakukan sedikit demi sedikit.
b.      Bersikap sabar.
Aspek utama pembelajaran adalah proses belajar yang dilakukan oleh siswa itu sendiri. Jika guru kurang sabar melihat proses yang kurang lancar lalu mengambil alih proses itu, maka hal ini sama dengan guru telah merampas kesempatan belajar siswa.
c.       Menghargai dan rendah hati.
berupaya menghargai siswa dengan menunjukan minat yang sungguh-sungguh pada pengetahuan dan pengalaman mereka
d.      Mau belajar.
Seorang guru tidak akan dapat bekerja sama dengan siswa apabila dia tidak ingin memahami atau belajar tentang mereka.
e.       Bersikap sederajat.
Guru perlu mengembangkan sikap kesederajatan agar bisa diterima sebagai teman atau mitra kerja oleh siswanya.
f.       Bersikap akrab dan melebur.
Hubungan dengan siswa sebaiknya dilakukan dalam suasana akrab, santai, bersifat dari hati ke hati (interpersonal realtionship), sehingga siswa tidak merasa kaku dan sungkan dalam berhubungan dengan guru.
g.      Tidak berusaha menceramahi.
Siswa memiliki pengalaman, pendirian, dan keyakinan tersendiri. Oleh karena itu, guru tidak perlu menunjukkan diri sebagai orang yang serba tahu, tetapi berusaha untuk saling berbagai pengalaman dengan siswanya, sehingga diperoleh pemahaman yang kaya diantara keduanya.
h.      Berwibawa.
Meskipun pembelajaran harus berlangsung dalam suasana yang akrab dan santai, seorang fasilitator sebaiknya tetap dapat menunjukan kesungguhan di dalam bekerja dengan siswanya, sehingga siswa akan tetap menghargainya.
i.        Tidak memihak dan mengkritik.
Di tengah kelompok siswa seringkali terjadi pertentangan pendapat. Dalam hal ini, diupayakan guru bersikap netral dan berusaha memfasilitasi komunikasi di antara pihak-pihak yang berbeda pendapat, untuk mencari kesepakatan dan jalan keluarnya.
j.        Bersikap terbuka.
Biasanya siswa akan lebih terbuka apabila telah tumbuh kepercayaan kepada guru yang bersangkutan. Oleh karena itu, guru juga jangan segan untuk berterus terang bila merasa kurang mengetahui sesuatu, agar siswa memahami bahwa semua orang selalu masih perlu belajar
k.      Bersikap positif.
Guru mengajak siswa untuk mamahami keadaan dirinya dengan menonjolkan potensi-potensi yang ada, bukan sebaliknya mengeluhkan keburukan-keburukannya. Perlu diingat, potensi terbesar setiap siswa adalah kemauan dari manusianya sendiri untuk merubah keadaan

B.     Peran Guru Dalam Proses Pembelajaran di Kelas
Peran guru sebagai guru lebih dominan dilakukan dalam proses pembelajaran di kelas. Dalam proses pembelajaran sehebat apapun perangkat pembelajaran dibuat oleh guru dan kompetensi guru yang baik tanpa interaksi antara guru dan siswa yang harmonis maka tujuan pembelajaran tidak dapat tercapai optimal. Guru harus mampu menguasahi pola interaksi dan tehnik komonikasi yang baik dalam proses pembelajaran. Interaksi dalam pembelajaran lebih dikenal dengan istilah interaksi edukatif. interaksi edukatif secara spesifik merupakan proses atau interaksi belajarmengajar itu, memiliki ciri-ciri khusus yang membedakan dengan bentuk interaksi lain. ciri-ciri interaksi belajar mengajar tersebut yaitu:
1.       Interaksi belajar-mengajar memiliki tujuan,yakni untuk membantu anak dalam suatu perkembangan tertentu. Inilah yang dimaksud interaksi belajar-mengajar itu sadar tujuan, dengan menempatkan siswa sebagai pusat perhatian. Siswa mempunyai tujuan, unsur lainnya sebagai pengantar dan pendukung.
2.       Ada suatu prosedur (jalannya interaksi) yang terencana..Agar dapat mencapai tujuan secara optimal, maka dalam melakukan interaksi perlu adanya prosedur atau langkah-langkah sistematis dan relevan. Untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran yang satu dengan yang lain, mungkin akan membutuhkan prosedur dan desain yang berbeda pula. Sebagai contoh misalnya tujuan pembelajaran agar siswa dapat menunjukkan Kota Banjarmasin, tentu kegiatannya tidak cocok kalau disuruh membaca dalam hati, dan begitu seterusnya.
3.      Interaksi belajar-mengajar ditandai dengan satu penggarapan materi yang khusus. Dalam hal ini materi harus didesain sedemikian rupa sehingga cocok untuk mencapai tujuan. Sudah barang tentu dalam hal ini perlu memperhatikan komponenkomponen yang lain, apalagi komponen anak didik yang merupakan sentral. Materi harus sudah didesain dan disiapkan sebelum berlangsungnya interaksi belajar-mengajar.
4.      Ditandai dengan adanya aktivitas siswa. Sebagai konsekuensi bahwa siswa merupakan sentral, maka aktivitas siswa merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya interaksi belajarmengajar. Aktivitas siswa dalam hal ini, baik secara fisik maupun secara mental aktif. Inilah yang sesuai dengan konsep KTSP. Jadi tidak ada gunanya guru melakukan kegiatan interaksi belajar-mengajar, kalau siswa hanya pasif saja. Sebab para siswalah yang belajar, maka merekalah yang harus melakukannya.
5.      Dalam interaksi belajar-mengajar, guru berperan sebagai pembimbing. Dalam peranannya sebagai pembimbing ini guru harus berusaha menghidupkan dan memberikan motivasi agar terjadi proses interaksi yang kondusif. Guru harus siap sebagai mediator dalam segala situasi proses belajar-mengajar, sehingga guru akan merupakan tokoh yang akan dilihat dan akan ditiru tingkah lakunya oleh anak didik. Guru (“akan lebih baik bersama siswa”) sebagai designer akan memimpin terjadinya interaksi belajar-mengajar.
6.      Di dalam interaksi belajar-mengajar membutuhkan disiplin. Disiplin dalam interaksi belajar-mengajar ini diartikan sebagai suatu pola tingkah laku yang diatur sedemikian rupa menurut ketentuan yang sudah ditaati oleh semua pihak dengan secara sadar, baik pihak guru maupun pihak siswa. Mekanisme konkrit dari ketaatan pada ketentuan atau tata tertib ini akan terlihat dari pelaksanaan prosedur. Jagi langkah-langkah yang dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang sudah digariskan. Penyimpangan dari prosedur, berarti suatu indikator pelanggaran disiplin.
7.      Ada batas waktu. Untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dalam sistem berkelas (kelompok siswa), batas waktu menjadi salah-satu ciri yang tidak bisa ditinggalkan. Setiap tujuan akan diberi waktu tertentu, kapan tujuan itu harus sudah tercapai.



C.     Guru Dalam Menciptakan Interaksi Yang Harmonis Di Kelas
Kegiatan pembelajaran merupakan inti dari kegiatan pendidikan secara keseluruhan. Dalam prosesnya, kegiatan pembelajaran ini melibatkan interaksi individu yaitu pengajar disatu pihak dan pelajar di pihak lain. Keduanya berinteraksi dalam satu proses yang disebut belajar mengajar atau proses pembelajaran yang berlangsung dalam situasi belajar mengajar pula. Seorang guru harus memahami bagaimana model interaksinya dalam pembelajaran.
Interaksi terdiri atas dua kata asal, yaitu aksi dan inter, yang mana aksi memiliki arti kegiatan, sedangkan inter memiliki arti antar. Interaksi dalam proses pembelajaran merupakan kegiatan timbal balikantara murid dan guru. Kegiatan keduanya menyebabkan pengaruh satu sama lain, kegiatan yang satu bertumpu dan menjawab kegiatan dari yang lainnya.
Model interaksi adalah suatu model interaksi sosial yang terbentuk berdasarkan teori belajar Gestalt dan teori balajar Area/Field Theory. Model pembelajaran ini menitik beratkan pada suatu hubungan yang harmonis antara individu dengan masyarakat. Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan teori Gestalt, guru tidak memberikan potongan potongan atau bagian-bagian bahan ajaran, tetapi selalu kesatuan yang utuh.
Interaksi dalam pembelajaran sangat dibutuhkan karena interaksi sangat berpengaruh pada motivasi belajar siswa. Interaksi guru akan berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa karena interaksi belajar mengajar mengandung suatu arti adanya kegiatan interaksi dari tenaga pengajar yang melaksanakan tugas mengajar dengan anak didik yang sedang melaksanakan kegiatan belajar. Interaksi antara pengajar dengan warga belajar, diharapkan proses motivasi. Maksudnya, bagaimana dalam proses interaksi itu pihak pengajar mampu memberikan dan mengambangkan motivasi kepada pihak wagra belajar/siswa/subjek didik, agar dapat melakukan kegiatan belajar mengajar secara baik dan optimal.
Untuk menjadi seorang pendidik tidak cukup hanya dengan bermodal pengetahuan yang luas saja, namun dalam mentransfer ilmu pengetahuan tersebut diperlukan adanya interaksi yang baik dan benar. Dalam berinteraksi, seorang guru dituntut untuk bisa berinteraksi sesuai dengan model interaksi yang sebagaimana mestinya, agar dalam proses pembelajaran bisa berjalan secara efektif dan efisien dan dapat menciptakan proses interaksi yang harmonis dikelas.
Interaksi guru dengan siswa didalam proses belajar mengajar merupakan faktor yang sangat menentukan. Bagaimanapun baiknya bahan pelajaran yang diberikan, motode yang digunakan, namun jika interaksi guru dengan siswa yang tidak harmonis akan dapat suatu hasil yang tidak diinginkan. Begitu sangat pentingnya interaksi antara guru dengan siswa.
Keberhasilan suatu pembelajaran yang dilaksakan tidak hanya ditentukan dengan perumusan tujuan, pemilihan materi yang sesuai, pemilihan metode mengajar yang tepat, namun hal lain yang menentukan keberhasilan guru adalah dalam menciptakan interaksi yang baik, harmonis antara guru dengan siswa dalam proses pembelajaran agar suatu tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Interaksi itu sangat penting untuk dilaksanakan karena akan menunjang terlaksananya tugas guru dengan sebaik-baiknya, terutama tugasnya sebagai motivator, dan juga dalam mencapai suatu tujuan pembelajaran, karenanya, suatu tujuan pembelajaran dan motivasi tidak akan tercapai apabila interaksi guru dan siswanya tidak terjalin dengan baik.
Dengan adanya guru berinteraksi dengan baik, maka siswa akan merasa tertarik dengan pembalajaran yang disajikan, karena dengan interaksi tersebut akan menciptakan siswa berminat dalam mengikuti pembalajaran tersebut.
Seorang guru harus mampu menciptakan kondisi yang sangat harmonis antara guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa, oleh sebab itu, seorang guru harus pandai dalam menggunakan model interaksi agar semua yang ada didalam kelas terlibat dalam proses bempembelajaran.
Seorang guru juga dituntut untuk bisa membuat siswa menjadi aktif, oleh karena itu seorang guru harus menggunakan model interaksi yang baik dalam proses pembelajaran.
Lalu, bagaimana cara guru dalam menciptakan interaksi yang harmonis di kelas? Cara guru menciptakan proses interaksi yang baik dan harmonis dikelas dalam pembelajaran dapat dilihat dari beberapa point, diantaranya adalah sebagai berikut.
1.      Guru mengawali proses pembelajaran dikelas dengan membuka pelajaran yaitu memberi salam dan membaca doa saat pelajaran pertama, kemudian memberi sedikit motivasi untuk para siswanya, dan juga menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dalam pembelajaran pada hari tersebut.
2.      Guru menyajikan materi pembelajaran dengan beragam cara, media, dan alat yang menarik dalam proses pembelajaran di kelas.
3.      Guru harus pandai memilih metode, model, ataupun strategi/ pendekatan yang efektif dengan melihat model para siswanya. Saat ini bersama kemajuan ilmu pengajaran (pedagogik), telah diciptakan beragam cara mengajar yang baik untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaran tertentu dan diterapkan dalam situasi-situasi tertentu. Disitulah interaksi yang baik sangat diperlukan dalam proses pembelajaran agar tercipta suatu interaksi yang harmonis di kelas.
4.      Guru harus pandai memilih bahasa yang tepat dalam berinteraksi dengan para siswanya. Penggunaan bahasa yang komunikatif juga menjadi cara yang sangat penting dalam menciptakan interaksi yang harmonis di kelas. Guru yang pandai berbahasa baik secara verbal (lisan) maupun nonlisan seperti isyarat gerak tubuh dan wajah tadi akan menjadi sekaligus guru yang variatif dan ekspresif. Secara lisan, kata-kata yang digunakan dalam berkomunikasi juga harus dipilih secara tepat sehingga akan terus dapat memotivasi dan memudahkan proses pembelajaran siswa. Dengan demikian, niscaya interaksi dapat berjalan dengan baik dan harmonis.
5.      Guru menutup pembelajaran dengan menyimpulkan materi yang diberikan oleh para siswanya, kemudian memberikan kesempatan para siswa untuk bertanya terkait materi yang disampaikan hari itu, kemudian setelah itu, guru menutup proses pembelajaran dikelas dengan berdoa bersama apabila pelajaran berada di jam terakhir, lalu yang terakhir dengan memberi salam.