TEORI SOSIOLOGI KLASIK GEORG SIMMEL
A. Biografi
Georg Simmel
Georg Simmel lahir di pusat kota
Berlin pada tanggal 1 Maret 1858. Ia belajar berbagai bidang studi di
Universitas Berlin. Namun upaya pertamanya untuk menulis disertasi ditolak,
kendati demikian Simmel bersikukuh dan memperoleh gelar doktornya dalam bidang
filsafat pada tahun 1881. Pada tahun 1885-1900 ia bekerja sebagai pengajar di
universitas Berlin tempat ia belajar dulu, meskipun ia menduduki posisi yang
tidak penting yaitu sebagai privatdozent yang tidak digaji negara melainkan
mendapat bayaran dari mahasiswa’nya. Kendati berada pada posisi pinggir Simmel
agak sukses menjalani kariernya, terutama karena ia adalah seorang pemberi
kuliah yang begitu cemerlang dan menarik perhatian mahasiswa. Gayanya begitu
populer sehingga anggota masyarakat yang berpendidikan sekalipun tertarik
mengikuti kuliahnya, yang kemudian menjadi acara publik.
Simmel menulis begitu banyak
artikel, salah satu yang terkenal adalah The Metropolis and Mental Life
juga The Philosophy of Money. Ia terkenal di kalangan akademisi Jerman dan
bahkan memiliki pengikut internasional, khususnya di Amerika Serikat, tempat
karyanya memiliki arti penting bagi kelahiran sosiologi. Akhirnya tahun 1900
Simmel mendapat pengakuan penuh, satu gelar terhormat di Universitas Berlin,
yang tidak memberikannya status akademis penuh.Simmel mencoba meraih beberapa
posisi akademis, namun ai gagal kendati memperoleh dukungan dari ilmuwan
semacam Max Weber.
Salah satu alasan bagi kegagalan
Simmel adalah karena ia seorang Yahudi yang hidup di Jerman abad ke-19 yang
sarat dengan anti Semitisme. Alasan lain adalah jenis karyanya yang ditulisnya.
Banyak artikelnya yang terbit di surat kabar dan majalah, semua itu ditulis
untuk audien yang lebih umum daripada untuk sosiolog akademis. Selain itu
karena tidak memiliki jabatan akademik reguler, ia terpaksa mendapatkan
penghasilan dengan kuliah umum. Audien Simmel, baik tulisan atau
kuliah-kuliahnya adalah khalayak intelektual ketimbang sosiolog profesional,
dan hal ini cenderung membawanya pada penilaian bernada ejekan dari rekan-rekan
seprofesinya.
Akhirnya pada tahun 1914 Simmel
memperoleh pekerjaan akademik reguler di satu Universitas kecil di Strasbourg
namun sekali lagi ia merasa terkucil. Di satu sisi ia menyesal meninggalkan
audiennya di kalangan intelektual Berlin sementara di sisi lain Simmel tidak
merasa sebagai bagian dari kehidupan di universitas barunya. Bahkan ia dan
istrinya pernah menulis surat pada istri Max Weber untuk menceritakan
kehidupan sedihnya setelah mereka meninggalkan Berlin.
Perang Dunia I meletus beberapa
waktu setelah kerja Simmel di Strasbourg, ruang-ruang kuliah berubah menjadi
rumah sakit tentara dan para mahasiswa pergi berperang. Jadi Simmel tetap
menjadi sosok marginal di kalangan akademisi Jerman sampai dengan ia wafat
tahun 1918. Ia memang tidak pernah menapaki karier akademis. Namun Simmel
menarik banyak pengikut akademik pada masa ini, dan ketenarannya sebagai
ilmuwan memang tumbuh pesat setelah beberapa tahun berselang.
B. Pokok
Perhatian
1. Level
dan Wilayah Perhatian
Simmel memiliki teori realitas
social yang jauh lebih rumit dan maju daripada penilaian yang umumnya diberikan
kepadanya di dalam sosiologi Amerika kontemporer. Tom Bottomore dan David
Frisby (1978) menyatakan ada empat level dasar perhatian dalam karya
Simmel. Pertama, asumsi mikro tentang komponen-komponen psikologi
kehidupan social.Kedua, pada skala yang lebih luas, minatnya pada
komponen-komponen sosiologi dalam hubungan antar pribadi.Ketiga, yang
paling makro, karyanya tentang struktur, dan perubahan dalam “semangat” social
dan budaya pada zamannya.Yang melampaui ketiga lapis tersebut adalah
lapis keempat yang melibatkan prinsip tertinggi metafisika
kehidupan. Kebenaran abadi ini mempengaruhi semua karya Simmel dan seperti akan
kita ketahui, membawa pada gambaran tentang arah masa depan dunia.
2. Pemikiran
Dialektis
Pendekatan dialektis memiliki
berbagai sebab dan arah, mengintegrasikan fakta dengan nilai, menolak gagasan
tentang adanya garis pemisah yang tegas dan jelas antar fenomena social,
terfokus pada relasi social (B. Turner, 1986), tidak hanya melihat ke masa kini
maupun juga ke masa lalau, maupun masa depan, dan lebih menitikberatkan konflik
dan kontradiksi.
Ditengah-tengah kemiripan Marx dan
Simmel dalam penggunaan pendekatan dialektis, ada beberapa perbedaan penting
antara keduanya. Yang terpenting adalah fakta bahwa masing-masing memfokuskan
perhatian pada aspek dunia social yang sangat berbeda dan menawarkan gambaran
yang sangat berbeda dengan masa depan dunia. Simmel mewujudkan komitmennya
terhadap dialektika dengan berbagai cara. Ini dikarenakan sosiologi Simmel
selalu memusatkan perhtiannya terhadap relasi, khususnya pada interaksi
(asosiasi).
pemikiran
dialektis Simmel dari kesalingketerkaitan tiga level realitas sosial
mengigatkan kita pada sosiolog mark yang juga membahas dialektika. Dialektika
itu sendiri merupakan pemahaman suatu bentuk logika bahwa benda, masyarakat,
dll tidak diam, memiliki sebab dan arah, menyatukan fakta dan nilai.
yaitu
suatu pemikiran dimana individu memiliki hubungan yang bersifat dualistis. Di
satu pihak dia merupakan anggota masyarakat dan disosialisasikan di dalam
masyarakat tersebut, tetapi pada waktu yang sama dia juga menetang masyarakat
itu sendiri. Pemikiran Dialektik merupakan salah satu teori Simmel yang paling
terkenal.
Tiga wilayah masalah dalam sosiologi menurut
Simmel yaitu :
a. Sosiologi
murni, tentang vriabel-variabel sosialisasi dan interaksi
b. Sosiologi
umum yang membahas produk sosial dan cultural
c. Sosiologi
filsafat
C. Kesadaran
Individu
Pada level individu, Simmel
memusatkan perhatiannya pada bentuk asosiasi dan tidak terlalu memerhatikan
masalah kesadaran individu yang memang jarang dibahas karyanya.Sudah barang
tentu Simmel berfikiran bahwa manusia memiliki kesadran kreatif. Seperti
dikatakan Frisby, bagi Simmel basis kehidupan social adalah “individu atau
kelompok individu yang sadar dan berinteraksi satu sama lain untuk beragam
motif, tujuan, dan kepentingan” (1984:61). Minatnya terhadap kreativitas tampak
dalam diskusi Simmel tentang beragam bentuk interaksi, kemampuan actor untuk
menciptakan struktur social, maupun efek merusak dari struktur-struktur
tersebut terhadap kreativitas individu.
Pembicaraan Simmel tentang bentuk
interaksi menunjukkan bahwa actor mengorientasikan diri secara sadar kepada
sesamanya. Simmel juga menyadari adanya kesadaran individu dan fakta bahwa
normaserta nilai masyarakat terinternalisasi dalam kesadaran individu.
Eksistensi norma dan nilai secara internal dan eksternal.
D. Interaksi
Sosial
Georg Simmel terkenal dalam
sosiologi kontemporer karena sumbangannya bagi pemahaman kita tentang pola atau
bentuk interaksi social.Dalam hal ini kita berbicara tentang proses
mikro-molukuler dalam,katakanlah materi manusia. Proses-proses ini adalah
kejadian actual yang terikat atau terhipostatiskan ke dalam sistem dan unit
yang bersifat makrokosmik dan padat. (Simmel,1908/1959b: 327-328) Simmel
menjelaskan bahwa salah satu minat utamanya adalah interaksi (asosiasi) antar
actor sadar dan tujuan minatnya ini adalah melihat besarnya cakupan interaksi
yang pada suatu ketika mungkin terlihat sepele namun pada saat lain sangat
penting. Ini buknannya kelanjutan minat Durkheim tentang fakta sosial ,namun
lebih merupakan pernyataan tentang fokus sosiologi yang skalanya lebih kecil.
Interaksi
: Bentuk dan Tipe
Pokok perhatian utama Simmel
bukanlah isi melainkan bentuk interaksi
sosial.perhatian ini muncul dari keidentikan Simmel dengan tradisi Kantian
dalam filsafat,yang memisahkan bentuk dan isi. Namun pandangan Simmel cukup
sederhana. Dari sudut pandang Simmel, dunia nyata tersusun dari
peristiwa,tindakan,interaksi, dan lain sebasginya yang tak terhingga. Menurut
pandangan Simmel,tugas sosiolog adalah melakukan hal yang sama persis dengan
apa yang dilakukan orang awam,yaitu menerapkan bentuk yang jumlahnya terbatas
kepada realitassosial,khususnya pada interaksi,sehingga dapat di analisis
secara lebih baik. Metodologi secara umum meliputi ekstrasi kesamaan yang
ditemukan pada luasnya bentangan interaksi spesifik.
Namun,ada beberapa cara untuk
membela pendekatan Simmel terhadap sosiologi formal. Pertama,pendekatan
ini dekat dengan realitas ,seperti tercermin dari begitu banyak contoh dari
dunia nyata yang digunakan Simmel. Kedua, pendekatan ini tidak
menerapkan kategoro sewenang-wenang dan kaku terhadap realitas sosial namun
justru mencoba membiarkan bentuk-bentuk tersebut mengalir dari realitas sosial.Ketiga,pendekatan
Simmel tidak menggunakan skema teoritis umum tempat dipaksanya seluruh aspek
dunia sosial. Selanjutnya ia menghindari reifikasi skema teoritis yang
menjangkiti teoritisi seperti Tallcot Parsons. Akhirnya,sosiologi formal
berlawanan dengan empirisme yang dikonseptualisasikan secara buruk yang
merupakan cirri dari sebagian besar sosiolog. Simmel benar-benar menggunakan
“data” empiris,namun data-datga tersebut ditempatkan di bawah upayanya untuk
menerapkan beberapa aturan tentang rumitnya dunia realitas sosial.
Geometri
Sosial.
Dalam sosiologi formal Simmel,kita
dapat melihat jelas upayanya mengembangkan “geometri” relasi sosial. dua dari
koefisien geometri yang menarik perhatiannya adalah jumlah dan jarak (lainnya
adalah posisi, kesenyawaan, keterlibatan-diri,dan simetri.
Jumlah
Minat Simmel pada dampak jumlah
orang terhadap kualitas interaksi dapat dilihat dalam bahasanya tentang
perbedaan antara dyad dan triad. Bagi Simmel (1950),terdapat perbedaan krusial
antara dyad (kelompok yang terdiri dari dua orang)
dengan triad (kelompok yang terdiri dari tiga orang). Tidak
ada struktur kelompok independen dalam dyad ; kelompok tidak
lain hanya terdiri dari dua individu yang dapat di pisahkan. Jadi,
masing-masing anggotadyad mempertahankan tingginya level
individualitas.Individu tidak direndahkan pada level kelompok.Ini tidak terjadi
pada triad.Triad memiliki kemungkinan besar memperoleh makna
di luar individu yang terlibat.Tampaknya triad lebih lebih
sekadar individu yang terlibat di dalamnya.Triad berpotensi
melahirkan struktur kelompok independen.Akibatnya, terjadi ancaman yang lebih
besar bagi individualitas anggotanya.Gerakan dari dyad menuju triadadalah
sesuatu yang esensial bagi berkembangnya struktur sosial yang dapat dipisahkan
dari dominan terhadap individu .
Ukuran
kelompok
Pada level yang lebih umum, terdapat
sikap simmel yang mendua (1908/1971) terhadap dampak ukuran kelompok. Di satu
sisi, ia berpendapat bahwa meningkatnya ukuran kelompok atau masyarakat kecil
cenderung mengontrol kebebasan individu. Namun, pada masyarakat yang lebih
luas, individu cenderung terlibat dalam sebuah kelompok, yang masing-masing
hanya mengontrol sebagian kecil dari keseluruhan kepribadian. Dengan kata lain,
“individualitas dalam kehadiran dan tindakannya secara umum meningkatkan
derajat sehingga lingkaran sosial yang melingkupi individu dapat meluas” (simmel,
1908/1971a: 252).
Jarak
Dalam buku the philosophy of
money (1907/1978), simmel memaparkan sebuah prinsip umum nilai –apa
saja yang membuat suatu benda jadi berharga- yang menjadi dasar analisisnya
tentang uang. Poin dasarnya ialah bahwa nilai sesuatu ditentukan oleh jaraknya
dari aktor. Sebuah barang tidak akan ada nilainya jika terlalu dekat dan
terlalu mudah diraih atau, sebaliknya, terlalu jauh dan terlalu sulit
diperoleh. Objek yang memang mungkin dapat diraih, namun hanya dengan upaya
sungguh-sungguh, adalah yang paling berharga.
Tipe
sosial
Kita telah mengulas salah satu tipe
simmel, yaitu orang asing; tipe lainnya adalah si pelit, pemboros, pengelana,
dan bangsawan. Untuk mengilustrasikan apa yang dimaksud simmel di wilayah ini,
kita akan membahas salah satu tipe yang dijelaskannya, yaitu orang miskin.
Orang
miskin
Sebagaimana ciri khas karya
simmel, orang miskin juga didefinisikanmenurut relasi sosial,
orang yang dibantu oleh orang lain atau paling tidak berhak untuk mendapatkan
bantuan tersebut.Dalam hal ini simmel jelas tidak berpandangan bahwa
kemiskinan didefinisikan oleh ada atau tidakna sejumlah uang
di tangan.
Simmel juga memiliki pandangan
relativistik tentang kemiskinan yaitu, orang miskin bukan sekedar mereka yang
berada di lapis terbawah masyarakat.Dari sudut pandang ini, kemiskinan
ditemukan pada seluruh strata masyarakat.Konsep ini mempengaruhi konsep
sosiologi ang kemudian tumbuh, yaitu keterbelakangan relatif.Jika
orang yang merupakan anggota kelas atas lebih miskin dari sesamanya, mereka
cenderung merasa miskin bila dibandingkan dengan mereka.
Bentuk
Sosial
Sebagaimana dengan tipe sosial,
Simmel melihat luasnya cakupan bentuk sosial, termasuk pertukaran, konflik,
prostitusi dan sosiabilitas. Kita dapat melukiskan pendapat Simmel (1908/1971d)
tentang bentuk sosial melalui diskusinya tentang dominasi, yaitu, superordinasi
dan subordinasi.
Superordinasi
dan Subordinasi
Superordinasi dan subordinasi
memiliki hubungan timbal balik. Pemimpin tidak ingin sepenuhnya mengarahkan
pikiran dan tindakan orang lain. Justru pemimpin berharap pihak yang
tersubordinasi beraksi secara positif atau negatif.Tidak satu pun bentuk
interaksi ini meungkin ada tanpa adanya hubungan timbal balik.Dalam bentuk
dominasi paling opresif sekalipun sampai tingkat tertentu, pihak yang
tersubordinasi tetap memiliki kebebasan pribadi.Bagi kebanyakan orang,
superordinasi mencakup upaya untuk menghapus sepenuhnya independensi pihak yang
tersubordinasi, namun Simmel berargumen bahwa relasi sosial perlahan akan hilang
jika ini terjadi.
E. Buku
The Philosophy of Money
Buku ini menggambarkan dengan baik
betapa luas dan majunya pemikiran Simmel.Secara konklusif buku ini menunjukkan
paling tidak Simmel layak mendapatkan pengakuan atas teori umumnya maupun
esai-esainya tentang sosiologi mikro, yang sebagian besarnya dapat dilihat
sebagai manifestasi spesifik teori umumnya.Buku ini juga menunjukkan kalau
Simmel memusatkan perhatiannya pada uang, minatnya pada fenomena ini melekat
pada serangkaian pokok perhatian teoretis dan filosofis yang lebih luas.
Simmel tertarik pada luasnya isu
nilai, dan uang dapat dilihat sekedar sebagai bentuk nilai spesifik, pada level
lain Simmel, Simmel tidak tertarik pada uang semata namun ia tertarik pada
dampak yang ditimbulkannya pada berbagai fenomena semisal “dunia batiniah”
aktor dan kebudayaan objektif secara keseluruhan. Selain itu Simmel juga
melihat uang sebagai fenomena spesifik yang dikaitkan dengan barbagai
komponen kehidupan lain, termasuk “pertukaran, kepemilikan, keserakahan,
pemborosan, sinisme, kebebasan individu, gaya hidup, kebudayaan, nilai
kepribadian dan lain sebagainya. Akhirnya dan paling umum, Simmel melihat uang
sebagai komponen kehidupan spesifik yang dapat membantu kita memahami totalitas
hidup.
Uang dan Nilai
Salah satu yang dibahas oleh Simmel
dalam buku ini yaitu mengenai hubungan antara uang dengan nilai. Secara umum,
ia berpendapat bahwa orang menciptakan nilai dengan menciptakan objek,
memisahkan dirinya dirinya dari objek-objek tersebut, dan selanjutnya berusaha
mengatasi “jarak, kendala, kesulitan”. Semakin besar kesulitan untuk
mendapatkan suatu objek, semakin besar pula nilainya.Namun, kesulitan untuk
memperoleh ini memiliki “batas bawah dan batas atas”.Prinsip umumnya adalah
bahwa nilai benda berasal dari kemampuan orang untuk menjarakkan dirinya secara
tepat dari objek. Benda-benda yang terlalu dekat, terlalu mudah
diperoleh, tidak terlalu berharga. Perlu upaya tertentu agar sesuatu dianggap
bernilai.Sebaliknya, benda-benda yang terlalu jauh, terlalu sulit, atau nyaris
mustahil diperoleh juga sangat tidak bernilai.Benda-benda yang menghalangi
sebagian besar, jika tidak semua, upaya kita untuk memperolehnya semakin tidak
bernilai di mata kita. Benda-benda yang paling bernilai adalah yang tidak
yang tidak terlalu jauh ataupun terlalu dekat. Di antara faktor yang terdapat
jarak objek dari seorang aktor adalah waktu yang diperlukan untuk
mendapatkannya, kelangkaan, kesulitan untuk memperolehnya, dan keharusan
diberikannya benda lain demi mendapatkannya.
Uang, Reifikasi, dan
Rasionalisasi
Dalam proses menciptakan nilai, uang
juga menyediakan dasar bagi berkembangnya pasar, ekonomi modern, dan akhirnya,
masyarakat (kapitalis) modern. Uang menyediakan sarana yang dapat digunakan
elemen-elemen ini untuk mendapatkan kehidupan bagi dirinya sendiri yang
bersifat eksternal dan memiliki daya paksa terhadap aktor. Hal ini bertentangan
dengan masyarakat-masyarakat sebelumnya dimana barter atau perdagangan tidak
mengarah pada dunia yang tereifikasi yang merupakan produk khas ekonomi uang.
Uang membuka peluang bagi perkembangan ini dengan berbagai cara.
Efek Negatif
Masyarakat tempat uang menjadi tujuan itu sendiri, yang
benar-benar menjadi tujuan akhir, melahirkan sejumlah efek negatif pada
individu (Beilharz, 1996), yang dua di antaranya yang paling menarik adalah
meningkatnya sinisme dan sikap acuh.Sinisme terjadi ketika aspek tertinggi dan
terendah kehidupan sosial diperjualbelikan, diredusi menjadi alat tukar paling
umum-uang.Pada konteks yang berbeda, uang adalah musuh mutlak estetika, yang
mereduksi segala hal menjadi fenomena tanpa bentuk, dan murni kuantitatif.Efek
negatif lain ekonomi uang adalah makin merebaknya hubungan impersonal antar
orang.
Tragedi Kebudayaan
Sebab utama meningkatnya kesenjangan
ini adalah meningkatnya pembagian kerja di masyarakat modern (Oakes,
1984:19).Meningkatnya spesialisasi mengarah pada perbaikan kemampuan untuk
menciptakan beragam komponen dunia budaya. Namun, pada saat yang sama, individu
yang terspesialisasi kehilangan pemahaman akan kebudayaan total dan kehilangan
kemampuan untuk mengendalikannya. Ketika kebudayaan objektif tumbuh, kebudayaan
individu sirna.Salah satu contohnya adalah bahasa sebagai suatu keseluruhan
totalitas telah berkembang begitu pesat, namun kemampuan linguistik
individu-individu tertentu justru merosot.Terkait dengan itu, seiring dengan
tumbuhnya teknologi dan permesinan, kemampuan pekerja individu dan ketrampilan
yang dibutuhkan telah merosot secara dramatis.Ekspansi besar-besaran kebudayaan
objektif membawa efek dramatis pada irama kehidupan.Secara umum, ketimpangan
yang menjadi ciri khas ephos awal ini meningkat dan di dalam masyarakat modern
digantikan oleh pola kehidupan yang jauh lebih konsisten.Contohnya adalah
begitu tingginya peningkatan kebudayaan modern.
Tragedi Kebudayaan Dalam Konteks yang Lebih
Luas
Birgita Nedelmann (1991) menawarkan
tafsir menarik tentang tragedi kebudayaan dalam konteks yang disebutnya sebagai
tiga masalah kebudayaan Simmel.
Masalah pertama adalah nestapa
budaya.Ini adalah akibat dari konflik antara individu sebagai pencipta
kebudayaan dengan bentuk-bentuk budaya yang bersifat tetap dan tanpa batasan
waktu yang mereka hadapi.Kalau individu harus memenuhi kebtutuhannya dengan
menciptakan bentuk-bentuk budaya, pemenuhan tersebut semakin tidak mungkin
terjadi, paling tidak sebagian, karena “Sistem budaya tertinggal dibelakang
perkembangan kreatifitas manusia”.
Masalah kedua adalah keracunan
budaya. Dalam hal ini Simmel membedakan gaya dengan seni. Gaya terkait dengan
generalitas, dengan “elemen-elemen objek artistik yang sama-sama dimiliki oleh
objek lain yang menjadi bagian dari kategori yang sama”.
Akhirnya, dan yang terpenting,
adalah masalah tragedi kebudayaan.Nedelmann menawarkan tafsir menarik terhadap
gagasan ini. Ia menunjukkan bahwa ini adalah satu tragedi, ketimbang sekadar
kesedihan, karena ”kehancuran sosial adalah akibat niscaya dari logika imanen”
kebudayaan.
Namun, paradoks dan tragisnya,
individu tidak memiliki alternatif lain kecuali terus menciptakan produk
budaya. Terlebih lagi, terjerat kedalam kehidupan produktivitas tanpa makna,
individu “tidak memiliki energi untuk memberontak atau memprotes sistem budaya
sebagai sistem, ataupun untuk bereaksi terhadap cara-cara menyimpang dan
terlalu dibesar-besarkan”.
F.
Pandangan George Simmel Tentang Masyarakat
Menurut Simmel masyarakat adalah suatu
bentuk interaksi sosial yang terpola seperti halnya jaring laba-laba. Sosiologi
adalah “master science” dimana orang dapat menemukan hokum-hukum yang mengatur
semua perkembangan sosial. Simmel tidak melihat masyarakat sebagai bentuk
organisme sebagaimana menurut comte ataupun Spencer. Menurut Simmel masyarakat
terdiri dari jaringan yang banyak liku-liku nya. Masyarakat hanyalah sebuah
nama untuk sejumlah individu-individu yang dihubungkan oleh interaksi. Struktur
super-individual yang lebih luas seperti halnya Negara, keluarga, klan,
kota, atau persekutuan dagang hanyalah merupakan kristalisasi interaksi.
Dengan kerangka sosiologi inilah mengapa
Simmel disebut sebagai tokoh sosiologi formal. Adapun bentuk-bentuk dari
hubungan sosial menurut Simmel antaralain: Dominasi (penguasaan), Subordinasi
(penundukan), kompetisi, imitasi, pembagian pekerjaan, pembentukan kelompok
atau partai-partai dan banyak lagi bentuk perhubungan sosial yang kesemuanya
terdapat di dalam kesatuan-kesatuan sosial seperti kesatuan agama, kesatuan
keluarga, kesatuan organisasi dagang, sekolah dan lain-lain lagi. Simmel memang
selalu berusaha melakukan analisa, klasifikasi, dan interpretasi dari
bentuk-bentuk hubungan sosial seperti masalah isolasi, kontak-kontak sosial,
diferensiasi sosial, superordinasi, oposisi dan sebagainya. Sehingga Simmel
mengibaratkan masyarakat seperti jarring laba-laba. Bagi simmel bentuk-bentuk
yang ditemukan di dalam kenyataan sosial tidak pernah bersifat murni. Setiap
fenomena sosial merupakan elemen formal yang bersifat ganda, antara kerja sama
dan konflik, antara superordinasi dan subordinasi, antara intimasi atau
keakraban dan jarak sosial, yang kesemuanya dijalankan di dalam hubungan yang
teratur di dalam struktur yang kurang lebih bersifat birokratis.
Apa yang pada akhirnya sangat menarik perhatian
dikemudian hari dari sosiologi Simmel ini adalah uraianya yng begitu luas
tentang konflik-konflik di dalam kehidupan sosial. Menurut Simmel,
perhubungan sosial selalu mencakup di dalam dirinya harmoni dan konflik,
penarikan dan penolakan, inta dan kebencian. Pendeknya Simmel melihat melihat
bagaimana hubungan manusia selalu ditandai oleh adanya ambivalensi atau sikap
mendua. Simmel tidak pernah memimpikan suatu masyarakat yang tanpa mengalami
friksi terutama antara individu dengan masyarakat. Bagi Simmel konflik
merupakan suatu yang esensial dari kehidupan sosial sebagai komponen yang tidak
dapat dihilangkan di dalam komponen kehidupan sosial. Sebagian atau bahkan
kebanyakan orang menganggap konflik merupakan sesuatu yang negative sementara
consensus merupakan sesuatu yang positif bagi kehidupan masyarakat. Masyarakat
yang baik bukanlah masyarakat yang bebas dari konflik, sebaliknya dalam bentuk
bersama dari berbagai konflik menyilang antara bagian-bagian dari komponen
masyarakat. Perdamaian dan permusuhan, konflik dan ketrtiban sebenarnya
bersifat korelatif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar