Teori Sosiologi Karl Marx
1.
Biografi
Karl Marx
Karl Marx lahir di Trier, Prussia, pada 5 Mei 1818
(Beilharz, 2005e). Ayahnya adalah seorang pengacara, memberikan kehidupan
keluarga kelas menengah yang agak khas. Kedua orang tuanya berasal dari
keluarga rabbi, tetapi karena alasan-alasan bisnis, sang ayah telah berpindah
agama ke Lutheranisme ketika Karl masih sangat muda. Pada 1841 Marx menerima
gelar doktornya di bidang filsafat dari Universitas Berlin, yang sangat
dipengaruhi oleh Hegel dan para Hegelian muda, yang bersikap mendukung, namun
kritis terhadap guru mereka. Disertasi Marx adalah suatu risalat filosofis yang
kering, tetapi benar-benar mengantisipasi banyak dari idenya di kemudian hari.
Setelah lulus dia menjadi seorang penulis untuk sebuah koran yang
liberal-radikal dan dalam sepuluh bulan dia telah menjadi kepala editornya.
Akan tetapi, karena pendirian-pendirian politisnya, koran itu ditutup oleh
pemerintah tidak lama kemudian. Esai-esai awal yang diterbitkan di dalam
periode ini mulai mencerminkan sejumlah pendirian yang akan menuntun Marx di
sepanjang hidupnya. Pendirian-pendirian itu dibubuhi secara liberal dengan
prinsip-prinsip demokratis, humanisme, dan idealisme anak muda. Dia menolak
keabstrakan filsafat Hegelian, mimpi yang naif para komunis utopian, dan
menolak para aktivis yang sedang mendesakkan hal yang oleh Marx dianggap
sebagai tindakan politis pengatur. Dalam menolak para aktivis tersebut, Marx
meletakkan dasar bagi pekerjaannya sepanjang hayat:
Usaha-usaha praktis, oleh massa sekalipun, bisa
segera dijawab dengan Meriam bila sudah membahayakan, tetapi ide-ide yang telah
mengalahkan intelek kita dan menundukkan keyakinan kita, ide-ide yang telah
memaku suara hati kita, adalah rantai-rantai yang tidak dapat dilepaskan orang
tanpa mematahkan hatinya ; mereka adalh setan-setan yang dapat dikalahkan orang
hanya dengan menyerahkan diri kepadanya.(Marx, 1842/1977: 20)
Marx menikah pada 1843 dan tidak lama kemudian
terpaksa meninggalkan Jerman untuk mencari suasana yang lebih liberal di
Paris. Di sana dia terus bergumul dengan
ide-ide Hegel dan para pendukungnya, tetapi dia juga menjumpai dua kumpulan ide
yang baru – sosialisme Prancis dan ekonomi politis Inggris. Caranya
menggabungkan Hegelianisme, sosialisme, dan ekonomi politis yang membentuk
orientasi intelektualnya unik. Juga yang sangat penting pada titik tersebut
ialah pertemuannya dengan orang yang kemudian menjadi sahabat seumur hidup,
dermawan, dan kolaboratornya-Friedrich Engels (Carver, 1983). Putra seorang
pemilik pabrik tekstil, Engelsmenjadi seorang sosialis yang kritis terhadap
kondisi-kondisi yang sedang dihadapi kelas pekerja. Banyak rasa iba Marx untuk
kesengsaraan kelas pekerja berasal dari pembukaan dirinya kepada Engels dan
ide-idenya. Pada 1844 Engels dan Marx melakukan percakapan yang panjang di
sebuah kafe yang terkenal di Paris dan meletakkan dasar-dasar bagi hubungan mereka
yang berlangsung seumur hidup. Mengenai percakapan itu Engels mengatakan,
“kesepakatan kami yang lengkap di semua bidang teoritis menjadi jelas … dan
kerja sama kami dimulai sejak saat itu” (McLellan, 1973: 131). Pada tahun
berikutnya, Engels menerbitkan suatu karya yang terkenal, The Condition on the Working Class in England. Selama periode
tersebut Marx menulis sejumlah karya yang sulit dimengerti (banyak yang tidak
diterbitkan semasa hidupnya), termasuk The
Holy Family (1845/1956) dan The German Ideology (1845-1846/1970)
(keduanya ditulis bersama Engels), tetapi dia juga menulis The Economic and Philosophic Manuscripts of 1844 (1932/1964), yang
membayangkan pergulatannya kelak yang kian meningkat di ranah ekonomi.
Sementara Marx dan Engels menganut orientasi
teoritis yang sama, ada banyak perbedaan di antara kedua pria itu.
2.
Teori Pemikiran Karl Marx
A.
Dialektika
Gagasan tentang filsafat dialektis
telah ada selama berabad-abad(Gadamer,1989). Gagasan dasarnya adalah arti
penting kontradiksi. Sementara kebanyakan filsuf, dan bahkan orang awam
memperlakukan kontradiksi-kontradiksi sebagai kesalahan-kesalahan, filsafat
dialektis percaya bahwa kontradiksi-kontradiksi eksis di dalam realitas dan cara yang paling tepat untuk memahami
realitas adalah dengan mempelajari perkembangan kontradiksi-kontradiksi
tersebut.
Marx juga menerima arti penting
kontradiksi-kontradiksi untuk perubahan historis. Kita dapat melihat hal ini di
dalam rumusannya yang terkenal seperti “Kontradiksi Kapitalisme” dan
“Kontradiksi Kelas”. Namun berbeda dengan Hegel, Marx tidak percaya bahwa
kontradiksi-kontradiksi ini bisa dipecahkan di dalam pemahaman kita, yakni di
dalam pikiran-pikiran kita. Bagi Marx kontradiksi-kontradiksi ini benar-benar
ada dan tidak dapat di pecahkan ooleh filsuf yang hanya duduk di belakang meja
tulisnya, melainkan oleh perjuangan
hidup dan mati demi mengubah dunia sosial. Dialektika lebih membawa kita kepada minat
untuk mengkaji konflik dan kontradiksi-kontradiksi yang terjadi di antara
berbagaii level realitas sosial, ketimbang minat sosiologi tradisional terhadap
level-level yang saling berhubungan secara teratur dengan suatu keseluruhan
yang kohesif.
·
Metode Dialektis
Fokus
Marx pada kontradiksi-kontradiksi yang benar-benar ada, membawa dia kepada
suatu metode khusus untuk mempelajari fenomena sosial yang disebut
dialektika(Ball,1991;Friedrichs, 1972; Ollman, 1976; Schneider, 1971)
a. Fakta
dan Nilai
Dalam analisis dialektis, nilai-nilai
sosial tidak dapat dipisahkan dari fakta-fakta sosial. Kebanyakan sosiolog
menganggap nilai-nilai mereka bisa dan bahkan harus dipisahkan dari studi
mereka terhadap fakta-fakta
dunia sosial, tetapi juga tidak diinginkan, karena hal itu akan menghasilkan
suatu sikap ketidakberpihakan.
b. Hubungan
Timbal Balik
Metode analisis dialektis bukanlah
hubungan sebab akibat sederhana dan satu arah antar bagian-bagian dunia sosial.
Bagi pemikir dialektis, pengaruh-pengaruh sosial tidak pernah secara sederhana
mengalir di satu arah sebagaimana yang diandaikan para pemikir-pemikir sebab
akibat. Bagi dialektikawan, satu faktor dapat berpengaruh pada faktor lain,
namun juga faktor lain ini juga akan berpengaruh pada faktor pertama. Jenis
pemikiran ini bukan berarti bahwa dialektikawan tidak pernah mengakui adanya
hubungan sebab akibat dalam dunia sosial. Ketika para pemikir dialektis
berbicara tentang kausalitas, bukan
berarti mereka selalu melihat
faktor-faktor sosial berdasarkan hubungan timbal balik seperti yang mereka
lakukan pada kehidupan sosial.
c. Masa
lalu,masa Sekarang, dan Masa Depan
Hubungan realitas kontemporer dengan
fenomena-fenomena sosial masa lalu dan masa yang akan datang memiliki dua
implikasi yang teroisah terhadap sosiologi dialektis. Pertama, bahwa sosiolog
dialektis bergelut mempelajari akar-akar historis dunia kontemporer sebagaimana
yang dilakukan oleh Marx (1857-58/1964) dalam studinya terhadap sumber-sumber
kapitalis modern. Kedua, banyak pemikir
dialektis menyesuaiikan diri dengan tren sosial masa sekarang untuk memahami
arah yang mungkin bagi masyarakat di
masa depan.
d. Tidak
Ada yang Tidak Dapat Dielakkan
Pandangan dialektis yang melihat adanya
hubungan antara masa sekarang dengan masa yang akan datang bukan berarti masa
datang ditentukan oleh masa sekarang. Terence Ball (1991) menggambarkan Marx
sebagai seorang “yang meyakini kesempatan politis” ketimbang “kepastian
sejarah”. Karena fenomena sosial selalu melahirkan aksi dan reaksi, maka dunia
sosial tidak dapat dilukiskan lewat model yang sederhana dan deterministik.
Masa yang akan datang mungkin didasarkan pada beberapa model yang ada saat ini,
tetapi itu bukan berarti dia sudah pasti seperti yang digambarkan model itu.
e. Aktor
dan struktur
Para pemikir dialektis juga tertarik
pada dinamika hubungan aktor dan
struktur sosial, termasuk Marx yang juga sudah mengetahui saling pengaruh yang
terus terjadi antara level-level utama analisis sosial.Inti pemikiran Marx berada pada hubungan antara manusia dan
struktur-struktur skala luas yang mereka
ciptakan(Lefebvre, 1968:8). Metode dialektis mengakui keadaaan masa lalu, masa sekarang,
dan masa yang akan datang, dan hal ini juga berlaku untuk aktor-aktor dan
struktur-struktur.
B. Sifat
Dasar manusia
Marx membangun anaisis
kritisnya terhadap kontradiksi-kontradiksi masyarakat kapitais berdasarkan
premis premisnya tentang sifat dasar manusia, hubungannya dengan pekerja, dan
potensinya bagi alienasi dibawah kapitalisme. Marx percaya bagwa ada kontra diksi
nyata antara sifat dasar kita dan cara kita bekerja dalam masyarakat kapitalis.
Marx (1964:64) menulis
di dalam karyanya awalnya bahwa manusia merupakan suatu “ansambel relasi relasi
social”. Dengan ini dia ingin mengatakan bahwa sifat dasar kita jalin menjalin
dengan relasi relasi social kita yang khusus dan konteks institusional kita.
Oleh karena itu, sifat dasae manusia bukan merupakan suatu yang statis, akan
tetapi berbeda beda sesuai latar historis dan social. Untuk memahami sifat
dasar manusia kita harus memahami sejarah social karena dia dibentuk oleh
kontradiksi kontradiksi dialektis yang sama yang diyakini marx sebagai pembentuk
sejarah masyarakat.
Bagi marx, konsepsi
tentang sifat dasar manusia yang tidak memperhitungkan factor factor social dan
sejarah adalah salah, akan tetapi melibatkan factor factor itu juga tidak sama
dengan tindak menggunakan konsepsi tentang sifat dasar manusia sama sekali.
Malahan factor factor itu hanya memperumit dan memperdalam konsepsi tersebut.
Bagi marx, adasuatu sifat dasar manusia
pada umumnya, akan tetapi yang tidak penting adalah sifat dasar tersebut dimodifikasi
pada masing masingtahapsejarah” (marx, 1842/ 1977: 609). Ketika bicara tentang
dasar umum kita, marx sering menggunakan istilah species being. Yang dia maksud
adalah potensi-potensi dan kekuatan kekuatan yang unik yang membedakan kita
dari spesies yang lain.
Louis althusser (1969:
229), berpendapat bahwa marx dewasatidak meyakini adanya sifat dasar manusia
apa pun. Tentu saja ada alasan untuk menganggap sifat dasar manusia tidak
penting bagi seseorang yang tertarik mengubah masyarakat. Ide-ide tentang sifat
dasar manusia- seperti ketamakan, kecenderungan pada kekerasan, perbedaan
gender “alamiah” kita - sering digunakan
untuk menentang perubahan social apapun. Konsepsi konsepsi sifat dasar manusia
itu konservatif. Jika probem-problem kita disebabkan oleh sifat dasar kita,
maka kita lebih baik belajar untuk membiasakan diri mencoba mengubah segala
sesuatu.
Meskipun demikian,
jelas sekali bahwa marx memiliki konssep sifat dasar manusia (geras, 1983). Bahkan, kurang masuk akal untuk
mengatakan bahwa sifat dasar manusia tidak ada. Sekalipun kita seperti kotak
kapur kososng, kotaak kapur tersebut mesti terbuat dari sesuatu, dan mesti
memiliki sifat, seperti bahwa tanda tanda kapur bisa tampak pada kotak kapur
tersebut. Pernyataan yang sebenarnya bukanlah apakah kita memiliki sifat dasar,
melainkan sifat semacam apa yang kita miliki tak berubah atau terbuka terhadap
proses-proses historis.
·
Kerja
Kerja
adalah, pertama dan utama sekali, suatu proses dimana manusia dan alam sama
sama terlibat, dan dimana manusia dengan persetujuan dirinya sendiri sama sama
terlibat, dan dimana manusia dengan persetujuan dirinya sendiri memulai,
mengatur, dan mengontrol aksi reaksi material antara dirinya dan alam… dengan
bertindak terhadap dunia eksternal dan mengubahnya, manusia pada saat yang
bersamaan mengubah sifat dasar dirinya. Diaa mengembangkan kekuatan kekuatan
yang tidak aktif dan memaksanya untuk bertindak patuh terhadao kekuasaan.. kita
mengendalikan kerja dalam suatu bentuk yang hanya diperuntukan khusus buat
manusia. Seekor laba laba membuat sarang bagaikan seorang penenun dan bahkan
seekor tawon maupun membuat malu seorang arsitek karena sarang yang dibuatnyaa.
Namun, inilah yang membedakan arsitek terburuk dengan tawon terbaik, bahwa si
arsitek sudah membayangkan struktur bangunan yang akan dibuatnya di dalam
imajinasi sebelummembangunnya di dalam kenyataan. Di akhir setiap proses kerja,
kita memperoleh hasil yang sebelumnya sudah ada di dalam imajinasi para
pekerja. Dia tidak akan mengubah bentuk material bahan yang diolah, tetapi juga
berhasil sampai pada satu tujuan. (marx, 1867/1967: 177-17)
Dalam kutipan diatas
kita melihat bagian bagian penting pandangan marx tentanng hubungan antara
kerja dan sifat dasar manusia. pertama, yang membedakan kita dengan binatanng
yang lain spesies kita sebagai manusia adala bahwa kerja kita mewujudkan suatu
hal di dalam realitas yang sebelumnya hanya ada di dalamimajinasi. Produksi
kita merefleksikan tuujuan kita. Marx menyebutproses dimana kita menciptakan
obyek-obyek eksternal di luarpikiran internal kita dengan obyktifitasi. Kedua,
kerja ini bersifat material. Ia bekerja dengan alam material untuk memenuhi
kebutuhan kebutuhan material kita. Ketiga, dan terakhir, marx mempercayai bahwa
kerja ini tidak hanya mengubah alam, tetapi juga mengubah kita termasuk kebutuhan,
kesadaran, dan sifat dasar kita. Kerja, oleh karena itu, pada saat yang sama
merupakan (1) obyektivikasi tujuan kita,(2) pembentukan suatu relasi yang
esensial antara kebutuhan manusia dengan obyek obyek material kebutuhan kita,
dan (3) transformasi sifat dasar kita.
Peggunaan istilah kerja
oleh marx tidak dibatasi untuk aktifitas ekonomi belaka, meainkan mencangkup
seluruh tindakan tindakan produktif dimana kita mengubah dan mengolah alam
material untuk tujuan kita. Apapun yang diciptakan melalui aktifitas bertujuan
bebas ini merupakan suatu eksprresi dan transformasi hakikat kemanusiaan kita .
karya seni merupakan obyektifitas seniman.namun, benar juga bahwa proses
penciptaan kkarya seni mengubah seniman. Melalui proses produksi seni ide ide
seniman tenntanng seni berubah atau seniman mungkin menjadi sadar akan
sebuahvisi baru yang membutuhkan obyektivitas selanjutnya.
Kerja bahkan kerja
artistic,merupakan respon terhadap kebutuhan, dan transformasi yang di bawa
kerja itu juga mentransformasikan kebutuhan kita. Pemenuhan kebutuhan bisa
membawa kita padapenciptaan kebutuhan baru (marx dan engels, 1845-46/1970:43).
Misalnya sajamobil memenuhi kebutuhan transportasi, walaupun pada awalnya sebagian orang menganggap dahulu membutuhkan
mobil, tapi sekarang kebanyakan orang membutuhkanya. Kita bekerja sebagai
respons terhadap kebutuhan kita, akan tetapi kerja itu sendiri
mentransformasikan kebutuhan kebutuhan kita, yang bisa membawa kita kepada
bentuk bentuk aktifitas produktif baru, menurut marx, transformasi kebutuhan
kebutuhan kita melalui kerja inilah yang menjadi mesin sejarah manusia.
tidak
hanya syarat syarat obyektif yang berubah di dalam tindakan produksi…tetapi
para produserpun berubah, mereka menghasilkan kualitas kualitas baru di dalam
diri mereka sendiri, mengembangkan diri
mereka di
dalam produksi,mentransformasikan,mengembangkan kekuatan,
kekuatan, ide-ide, berbagai bentuk hubungan kebutuhan-kebutuhan dan bahasa
baru. Marx, 1857-58/1974:494)
C. Pandangan
Materialisme Historis Karl Marx
Pandangan materialisme
historis adalah pandangan tentang faktor-faktor yang menentukan perkembangan
sejarah. Pandangan materialisme historis menurut Marx, “Materialisme” dalam
Marx berarti bahwa kegiatan dasar manusia adalah kerja sosial. Di sini dia
menerima pengandaian Feurbach bahwa kenyataan akhir adalah obyek indrawi, dan
dalam Marx objek indrawi itu harus dipahami sebagai kerja atau produksi.
Istilah “Sejarah” mengacu pada Hegel yang pengandaian-pengandaiannya tentang
sejarah diterima oleh Marx. Tetapi, sejarah di sini bukan menyangkut perwujudan
dari Roh, melainkan perjuangan kelas-kelas untuk mewujudkan dirinya mencapai
kebebasan/emansipasi.
Hukum dasar perkembangan masyarakat ialah bahwa
produksi kebutuhan-kebutuhan material manusia menentukan bentuk masyarakat dan
pengembangannya. Fakta sederhana itu ialah bahwa manusia pertama-tama harus
makan, minum, bertempat tinggal, dan berpakaian. Setelah itu baru mereka
melakukan kegiatan politik, ilmu pengetahuan, seni, agama, dan seterusnya.
Jadi, produksi nafkah hidup material bersifat langsung. Dengan demikian tingkat
perkembangan ekonomis sebuah masyarakat atau jaman menjadi dasar dari
bentuk-bentuk kenegaraan, pandangan-pandangan hukum, seni, dan bahkan
perkembangan pandangan-pandangan religius orang-orang yang bersangkutan.
Keadaan sosial menyangkut produksi masyarakat,
pekerjaan masyarakat. Manusia ditentukan oleh produksi mereka: apa yang mereka
produksi dan cara mereka berproduksi. Pandangan ini disebut materialis. Disebut
materialis karena sejarah manusia dianggap ditentukan oleh syarat-syarat
produksi material. Jadi Marx memakai kata materialisme bukan dalam arti
filosofis, yakni sebagai pandangan/kepercayaan bahwa seluruh realitas adalah
materi, melainkan ia ingin menunjuk pada faktor-faktor yang menentukan sejarah.
Faktor-faktor tersebut bukanlah pikiran melainkan keadaan material manusia dan
keadaan material adalah produksi kebutuhan material manusia. Cara manusia
menghasilkan apa yang dibutuhkan untuk hidup itulah yang disebut keadaan
manusia dan cara ia bekerja. Jadi, untuk memahami sejarah dan arah
perubahannya, manusia tidak perlu memperhatikan apa yang dipikirkan oleh
manusia, melainkan bagaimana ia bekerja dan bagaimana ia berproduksi. Sejarah
tidak ditentukan oleh pikiran manusia, melainkan oleh cara ia menjalankan
produksinya. Maka, perubahan masyarakat tidak dapat dihasilkan oleh perubahan
pikiran, melainkan oleh perubahan dalam cara produksi.
Menurut Doyle Pual Johnson dalam bukunya Teori
Sosiologi Klasik dan Modern konsep materialis Marx yang diterapkan pada
perubahan sejarah untuk pertama kalinya dijelaskannya dalam The German Ideology, disusun bersama
Engels. Tema pokok dalam karya ini adalah bahwa perubahan-perubahan dalam
bentuk-bentuk kesadaran, ideologi-ideologi, atau asumsi-asumsi filosofis mencerminkan, bukan menyebabkan perubahan-perubahan dalam kehidupan sosial dan materil
manusia.
Manusia masuk dalam hubungan-hubungan sosial dengan
orang lain dalam usaha mencoba memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya (makan,
minum, pakaian, tempat tinggal, dan seterusnya). Hubungan-hubungan produksi
yang pokok ini menimbulkan pembagian kerja. Sangat erat hubungannya dengan
pembagian kerja itu adalah munculnya hubungan-hubungan pemilikan yang mencakup
pemilikan dan penguasaan yang berbeda-beda atas sumber-sumber pokok dan
berbagai alat produksi. Pemilikan dan penguasaan yang berbeda-beda atas barang
milik ini merupakan dasar yang asasi untuk munculnya kelas-kelas sosial.
D. Srukur – Struktur Masyarakat Kapitalis
Di Eropa pada zaman Marx, industrialisasi sedang meningkat.
Orang dipaksa meninggalkan pertanian dan ketrampilan tangan dan bekerja di
pabrik – pabrik dengan kondisi – kondisinya yang seringkali sangat keras. Pada
1840-an, ketika Mark sedang memasuki periode yang paling produktifnya, Eropa
sedang mengalami krisis sosial yang tersebar luas (Seigel, 1978 : 106).
Kapitalisme adalah suatu sistem ekonomi dengan
sejumlah besar pekerja yang menghasilkan sedikit komoditi demi keuntungan
sejumlah kecil kapitalis yang memiliki segala hal berikut ini : komoditi, alat-alat
produksi komoditi, dan waktu kerja kaum pekerja, yang dibeli melalui upah
(H.Wolf,005b). Salah satu dari wawasan sentral Marx ialah bahwa kapitalisme
jauh lebih dari sekedar sistem ekonomi.
1. Komoditas
Dasar
dari semua karya Marx mengenai struktur sosial, dan letak keterikatannya yang
paling jelas dengan panangan-pandangannya mengnai potensi manusia, adalah di
dalam analisisnya mengenai komoditas atau produk-produk pekerjaan yang terutama
dimaksudkan untuk pertukaran. Seperti dinyatakan Georg Lukacs (1922/1968 : 83).
“Masalah komoditas adalah masalah struktural yang sentral bagi masyarakat
kapitalis.”
2.
Pemberhalaan Komoditas
Komoditas
adalah produk-produk pekerjaan manusia, tetapi komoditas bisa jadi terpisah
dari kebutuhan-kebutuhan dan maksud-maksud para penciptanya. Didalam
kapitalisme yang berkemang sepenuhnya, kepercayaan seperti itu menjadi realitas
ketika objek-objek dan pasar-pasarnya bener-bener menjadi fenomena nyata yang
independen. Komoditas menerima realitas eksternal indepenen yang nyaris mistis
(Mark,1867/1967 : 35). Marx menyebutkan proses itu sebagai pemberhalaan
komoditas (fitishism of comodity) (Dant, 1996; Sherlok, 1997).
3. Modal,
Kaum Kapitalis, dan Kaum Proletariat
Marx menemukan inti masyarakat di
dalam komoditas. Masyarakat yang didominasi oleh benda-benda dengan nilai
utamanya adalah pertukaran mnghasilkan kategori-kategori manusia terentu. Dua
tipe utama yang di perhatikan Marx adalah kaum proletariat dan kapitalis. Mari
kita mulai dengan kaum proletariat.
Para pekerja yang menjual tnaga krja
mereka dan tidak memiliki alat-alat produksi sendiri adalah anggota kaum
poletariat. Mereka tidak memiliki pralatan sendiri atau pabrik-pabrik. Marx
(1867/1967: 714-715). Peraya bahwa kaum poletariat pada akhirnya kehilangan
kahliannya sendiri ketika mereka semakin melayani mesin-mesin yang sudah
menggantikan keahlian mereka. Kaum poletariat bergantung sepenuhnya pada
upahnya. Hal itu membuat kaum poltariat tergantung kepada orang-orang yang
membayar upah. Orang-orang yang membayar upah adalah kaum kapitalis. Kaum
kapitalis adalah orang-orang yang memiliki alat-alat produksi. Di dalam suatu
sirkulasi kapitalis komoditas (M,-C-M) tujuan utama ialah menghasilkan uang
yang lebih banyak. Komoditas-komoditas di beli untuk menghasilkan keuntungan,
tidak harus untuk penggunaan.
4.
Konflik Kelas
Kelas, bagi Marx, selalu
ddidefinisikan dari segi potensinya untuk konflik. Para individu membentuk
kelas sejauh mereka berada dalam konflik bersama dengan orang-orang lain
mengenai nilai surplus. Di dalam kapitalisme ada konflik kepentingan yang
mendasar di antara orang-orang yang membayar buruh upahan dan orang-orang yang
bekerja diubah menjadi nilai surplus. Konflik alami itulah yang menghasilkan
kelas-kelas (Ollmann,1976).
Bagi Marx, suatu baru ada bila
orang-orang menjadi sadar atas hubungan mereka yang berkonflik dengan
kelas-kelas lainnya. Tanpa kesadaran itu mereka hanya membentuk apa yang oleh
Marx disebut suatu kelas dalam dirinya sendiri.
Didalam kapitalise, analisis Mark
menemukan dua kelas utama: borjuis dan proletariat. Borjuis adalah nama yang di
berikan Mark untuk kaum kapitalis di dalam ekonomi modern. Kaum borjuis
memiliki alat-alat produksi dan kaum poletariat adalah contoh lain kontradiksi
material yang nyata.
5. Kapitalisme
Sebagai Hal Yang Baik
Mark, melihat kapitalism terutama
sebagai hal yang baik. Marx tiak ingin kembali kenilai-nilai tradisional
prakapitalisme. Generasi-generasi masalampau benar-benar dieksploitasi;
perbedaannya hanyalah eksploitasi lama tidak terselubung di balik uatu sistem
ekonomi. Kelahiran kapitalisme membuka kemungkinan-kemungkinan baru untuk
kebebasan para pekerja. Meskipun ada eksploitasi, sistem kapitalis memberikan
kemungkinan untuk kebebasan dari tradisi-tradisi yang mengikat masyarakat
sebelumnya. Meskipun para pekerja belum benar-benar bebas sepenuhnya. Marx
percaya bahwa kapitalisme adalah akar yang menyebabkan ciri-ciri penentuan
zaman modern. Perubahan terus menerus modernitas dan kecondongannya untuk
menentang segala tradisi yang di terima di dorong oleh kompetisi yang tidak
dapat dipisahkan dalam kapitalisme.
E.
Ciri-ciri Ekonomi Kapitalis
Ekonomi kapitalis berjalan menurut serangkaian
karakteristik yang khas. Di antaranya akan kita sebutkan di bawah ini:
1. Pada
dasarnya, produksi terdiri dariproduksi kooditi yaitu, produksi yang bertujuan
untuk di jual di pasar. Jika komoditi yang di produksi tidak terjual di atas
harga yang ada, perusahaan kapitalis dan borjuis secara keseluruhan tidak akan
mendapat keuntungan atau nilai lebih dari
pekerja.
2. Produksi
di jalankandalam kondisi di mana alat produksi dimiliki secara pribadi.
Kepemilikan pribadi ini bukanlah kategori legal, tetapi pada intinya adalah
kategori ekonomi. Hal tersebut berarti bahwa kekuasaan untuk mengatur tenaga
produktif (alat produksi dan alat kerja) bukan milik kolektif, melainkan
terbagi-bagi antara perusahaan-perusahaan yang di kontrol oleh
kelompok-kelompok dan kelompok-kelompok finansial).
3.
Produksi di jalankan
untuk sebuah pasar yang tidak terbatas. Produksi di atur oleh printah kompetisi. Semenjak produksi
tidak di batasi oleh kebiasaan (seperti dalam komunitas priitif), atau oleh
hukum dan peraturan (seperti dalam perusahaan Abad Pertengahan), setiap
individu kapitalis (setiap pemilik pribadi, tiap perusahaan atau kelompok
kapitalis) berusaha untuk mendapatkan keuntungan terbesar, untuk mendapat
bagian terbesar dari pasar.
4.
Tujuan prodksi
kapitalis adalah memaksimalkan keuntungan. Kelas pemilik para kapitalis hidup
dari produk surplus sosial,uumnya mengkonsumsi dalam cara yang tidak produktif.
Kelas kapitalis juga mengkonsumsi secara tidak produktif sebagian dari surplus
sosial, sebagian dari keuntungan yang di dapatkanya. Jalan yang paling
efisien menurunkan biaya produksi (harga
biaya) adalah, untuk meperbesar basis produksi dengan kata lain, untuk
memproduksi lebih, dengan bantuan mesin-mesin yang makin cangih. Tetapi hal
tersebut membutuhkan jumlah kapitalis yang besar. Karenanya, di bawah cambukan kompetisi, kapitalisme di wajibkan untuk
mencari maksimalisasi keuntungan, agar mengembangkan investasi produktif
hinggga maksimal.
5.
Karena itu, produksi
kapitalis muncul menjadi produk yang tidak hanya untuk memperoleh keuntungan
tetepi juga untuk akumulasi kapital.
Sesungguhnya logika kapitalisme
membutuhkan sebagian besar nilai lebih yang di akumulasikan secara produktif
(di rubah menjadi kapital tambahan, dalam bentuk mesin-mesin dan bahan-bahan
baku tambahan, dan pekerja tambahan) dan di konsumsi secara tidak produktif.
Produksi yang bertujuan untuk akumulasi kapital
ternyata menuju pada hasil yang kontradiktif. Di satu sisi, meningkatnya
perkembangan mekanisasi mengakibatkan perluasan
tenaga produktif dan kenaikan dalam produktivitas kerja, menciptakan dasar
material bagi pembebasan umat manusia dari kebutuhan “bekerja banting tulang”.
Itulah fungsi sejarah progresif dari kapitalisme.
·
Berjalannya Ekonomi Kapitalis
Dalam rangka mendapatkankeuntungan maksimum dan
mengembangkan akumulasi kapital sebesar mungkin, kapitalis di paksa mengurangi
hingga minimum bagian nilai baru yang di hasilkan oleh tenaga kerja yang di
kembalikan kepadanya dalam bentuk upah. Nilai baru ini, “nilai yang di
tambahkan” atau ”pendapatan nasional”,
pada dasarnya di tentukan dariproses produktif itu sendiri,terlepas dari faktor
apapun dalam sisi distribusi.
Dua cara esensial dimana kapitalis mencoba untuk
meningkatkan bagian mereka yaitu, nilai lebih adalah:
1. Menambah
jam kerja tanpa meningkatkan upah harian (yang terjadi sejak Abad Keenambelas
sampai Abad Kesembilanbelas di Barat, dan masih berlangsung hingga hari ini di
berbagai negeri-negeri kolonial dan semi-kolonial), pengurangan upah riil,
penurunan “kebutuhan hidup minimum”. Ini yang di sebut oleh marx dengan
pertumbuhan dalam nilai lebih absolut.
2. Peningkatan
produktifitas kerja dalam bidang barang-barang konsumen (ini mendominasi di
barat dari paruh dua abad Kesembilan belas hingga sekarang). Setelah kenaikan
produktivitas kerja dalam industri barang-barang konsumen dan pertanian,
rata-rata pekerja industri menghasilkan nilai barang yang sudah di tentukan jumlahnya
selama katakan saja tiga jam kerja yang sebelumnya lima jam.
Setiap kapitalis mencoba mendapatkan keuntungan
maksimum. Tapi untuk mendapatkanya, mereka harus berusaha untuk meningkatkan
produksi secara maksimum, dan tanpa henti menurunkan harga biaya dan eceran
(diekspresikan dalam unit moneter stabil). Karena hal itu, kompetisi beroprasi
sebagai proses selektif di antara perusahaan kapitalis dengan syarat-syarat
yang sedang. Hanya yang paling produktif dan paling aktif bertahan hidup.
Mereka yang menjual terlalu mahal tidak akan mendapat keuntungan sama sekali.
·
Kapital,
Kapitalis dan Ploretariat
Marx menemukan inti masyarakat kapitalis didalam
komoditas. Suatu masyarakat didominasi
oleh objek-objek yang nilai utamanya adalah pertukaran yang memproduksi
kategori-kategori masyarakat tertentu.
Dua tipe utama yang menjadi perhatian Marx adalah proleariat dan
kapitalis.
Proletariat adalah para pekerja yang menjual kerja
mereka dan tidak memiliki alat-aat produksi sendiri. Mereka tidak memilik sarana-sarana sendiri
dan pabrik-pabrik sendiri, tetapi marx
percaya bahwa ploretariat bahkan akan kehilangan keterampilan mereka seiring
dengan meningkatnya mesin-mesin yang mengantikan mereka. Karena proletariat hanya memproduksi demi
pertukaran, maka mereka juga konsumen.
Karena mereka tidak memiliki sarana-sarana untuk memproduksi
sarana-sarana untuk memproduksi kebutuhan-kebutuhan mereka sendiri, maka mereka
harus menggunakan upah yang mereka peroleh untuk membeli apa yang mereka
butuhkan. Maka dari itu proletariat
tergantung sepenuhnya pada upahnya untuk bertahan hidup. Hal inilah yang membuat proletariat
tergantung pada orang yang memberi upah.
Orang yang memberi upah adalah kapitalis, jelas
adalah kapialis adalah orang-orang yang memiliki alat produksi. Kapital adalah uang yang menghasilkan lebih
banyak uang. Dengan kata lain, kapital
lebih merupakan uang yang di investasikan ketimbang uang yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan dan keingginan manusia.
Jadi kapitalisme adalah uang yang menghasilkan lebih
banyak uang, namun Marx mengungkapkan
kepada kita bahwa kapital bukan hanya itu : kapital juga merupakan sebuah
resolusi sosial tertentu. dengan kata
lain uang hanya akan menjadi kapital, karena adanya relasi sosial antara
proletariat yang bekerja dan harus membeli produk dengan orang yang
menginvestasikan upahnya. Kapitalis kapital untuk memperoleh keuntunagan
terlihat sebagai kekuatan yang di bantu oleh alam- suatu kekuatan produktif
imanen didalam kapital.
·
Akhir
dari Kapitalisme
Marx sering dijuluki sebagai bapak dari komunisme
yang berasal dari kaum terpelajar dan politikus. Ia memperdebatkan bahwa
analisis tentang kapitalisme miliknya membuktikan bahwa kontradiksi dari
kapitalisme akan berakhir dan memberikan jalan untuk komunisme.
Di lain tangan, Marx menulis bahwa kapitalisme akan
berakhir karena aksi yang terorganisasi dari kelas kerja
internasional.“Komunisme untuk kita bukanlah hubungan yang diciptakan oleh
negara, tetapi merupakan cara ideal untuk keadaan negara pada saat ini. Hasil
dari pergerakan ini kita yang akan mengatur dirinya sendiri secara otomatis.
Komunisme adalah pergerakan yang akan menghilangkan keadaan yang ada pada saat
ini. Dan hasil dari pergerakan ini menciptakan hasil dari yang lingkungan yang
ada dari saat ini. – Ideologi Jerman-
Hubungan antara Marx dan Marxism adalah titik
kontroversi. Marxism tetap berpengaruh dan kontroversial dalam bidang akademi
dan politik sampai saat ini. Dalam bukunya Marx, Das Kapital (2006), penulis
biografi Francis Wheen mengulangi penelitian David McLellan yang menyatakan
bahwa sejak Marxisme tidak berhasil di Barat, hal tersebut tidak menjadikan
Marxisme sebagai ideologi formal, namun hal tersebut tidak dihalangi oleh
kontrol pemerintah untuk dipelajari.
·
Eksploitasi
Bagi Marx, ekploitasi dan dominasi lebih dari
sekedar distribusi kesejahteraan dan kekuasaan yang tidak seimbang. Ekspliotasi merupakan suatu bagianpenting
dari ekonomi kapitalis. Tentu saja
masyarakat memiliki sejarah eksploitasi, tetapi yang unik dalam kapitalisme
adalah bahwa eksploitasi dilakukan oleh sistem ekonomi yang impersonal dan
“objekti”. Kemudian paksaan jarang
dianggap sebagai kekerasan, malah menjadi kebutuhan pekerja itu sendiri, yang biasaterpenuhi hanya melaui upah, secara
ironis Marx menggabarkan kebebasan upah kerja ini.
Untuk menggubah uangnya menjadi kapital ....pemilik
uang harus bertemu di dalam pasar dengan buru-buruh bebas, bebas dalam dua
pengrtian, dari satu sisi sebagai seseorang yang bebas dia bisa mengatur
tenaganya sebagai komoditasnya sendiri,
dan disisi lain sebagai seseorang yang tidak memiliki komoditas lain
untuk dijual, dia kekurangan segala
sesuatu yang penting untuk merealisasikan tenaganya.
Para pekerja menjadi”buruh- buruh yang bebas”,
membuat kontrak-kontrak bebas dengan para kapitalis. Namun , Marx percaya bahwa para pekerja tidak
lagi mampu memproduksi demi kebutuhan mereka sendiri. Hal ini benar khususnyakarena biasanya
kapitalisme menciptakan apa yang disebut Marx sebagai”tentara cadangan” dari pengagguran
yang mau melakukanya. Inilah misalnya
yang ditemukan Barbara Ehrenreich sebagai tujuan iklan lowongan kerja berupah
yang rendah.
Kapitalisme membayar para pekerja kurang dari nilai
yang mereka hasilkan dan meraup keuntungan untuk diri mereka sendiri. Hal ini
membawa kita pada konsep sentral tentang nilai-nilai suplus. Nilai surplus di didefinisikan sebagai
perbedaan antara nilai produksi ketika dijual dan nilai elemen-elemen yang
digunakan untuk membuat poduk tersebut (termasuk kerja para pekerja). Kaptalisme biasanya menggunakan keuntungan
ini untuk konsumsi pribadi, akan tetapi hal tersebut belum mengakibatkan
ekspansi kapitalisme. Kapitalis
melebarkan perusahaa mereka dengan menggubah nilai-surplus itu menjadi modal
yang akan menghasilkan nilai-nilai surplus yang lebih banyak. Marx memberiakan
sebuah ibarat, tentang hal ini” kapitalisme merupakan kerja mati, seperi
vampir, yang hiup dengan menhisap kehidupan kerja, dan makan dia hidup, makin
banyak kerja yang dihisapnya”
Marx menggemukakan poin penting lainya tentang
kapital” kapital eksis dan hanya bisa eksis sebagai kapital-kapital. Maksudnya disini adalah bahwa kapitalisme
selalu di dorong oleh kompetisi yang tiada henti. Kapitalisme mungkin terlihat
terkontrol, meskipun mereka didorong oleh kompetisi yang konstan antara kapital-kapial.
Kapital dipaksa untuk memperoleh lebih
banyak keuntungan demi mengakumulasikan dan menginvestasikan lebih banyak
kapital. “ begitulah, kapitalis sama dengan si kikir dalam sebuah hal yang
absolut, yakni memperkaya diri sendiri. Namun yang terlihat pada si kikir
sebagai kegilaan individu, maka dalam kapitlis terlihat terliha sebagai efek
dari mekanisme sosial yan roda penggeraknya adalah dirinya sendiri.
Keingginan untuk memperoleh lebih banyak keuntungan
dan lebih banyak nilai surplus untuk ekspansi, mendorong kapitalisme pada apa
yang disebut Marx denagan hukum-hukum akumulasi kapital. Kapitalis berusaha
mengesploitasi pekerja semaksimal mungkin:
tertendensi konstan kapitalis adalah untuk memaksaonkos kerja
kembali..ke angka Nol”. Marx berpendapat
bahwa struktur dan etos kapitalisme mendorong kapitalis dalam mengarahkan
akumulasi pada penumpukan kapital yang lebih banyak lagi. Unutk melakukan hal ini, berdasarkan
pandangan Marx bahwa kerja merupakan sumber nilai, kapitalis digiring untuk
meningkatkan eksploitasi terhadap proletariat. Inilah yang mendorong terjadinya
konflik kelas.
·
Agama
Marx juga melihat agama sebagai sebuah
ideologi. Dia merujuk pada agama sebagai
candu masyarakat. Marx percaya bahwa
agama, seperti halnya ideologi, merefleksikan suatu kebenaran, namun
terbalik. Karena orang-orang tidak bisa
melihat bahwa kesukaran dan ketertindasan mereka diciptakan oleh sistem
kapitalis, maka mereka diberikan suatu bentuk agama. Marx dengan jelas menyatakan bahwa dia tidak
menolak agama, pada hakikatnya, melainkan menolak suatu sistem yang mengandung
ilusi-ilusi agama. Bentuk keagamaan ini mudah di kacaukan dan oleh karena itu
selalu berkemungkinan untuk menjadi dasar suatu gerakan revolusioner. Kita juga melihat bahwa gerakan-gerakan
keagamaan sering berada garda depan dalam melawan kapitalisme(lihat,misalnya,
teologis pembebasan)
·
Komunisme
dan Sosialisme
Istilah sosialisme selalu identik dengan sosok Karl
Marx. Padahal pemikiran tentang sosialisme terlampau jauh berkembang sejak abad
ke V – sebelum Marx mulai memikirkan recolusi proletariat. Pemikiran Marx
sendiri tentang sosialisme sebenarnya sudah termaktub dalam beberapa karya dan
budaya Yunani kuno – meskipun terbatas pada objek dari sosialisme itu sendiri.
sosialisme untuk semua digagas oleh Jambulos dan Euhemeros. Jambulos
mendeskripsikan sebuah ‘negara matahari’ dimana segala-galanya – termasuk para
isteri – dimiliki bersama.
Kata ‘sosialisme’ sendiri mucul di Prancis sekitar
tahun 1830, begitu juga ‘komunisme’. Kedua kata ini pada awalnya memiliki makna
yang selaras, namun ‘komunisme’ segera dipakai oleh golongan sosialis radikal,
yang menuntut penghapusan total hak milik pribadi dan kesamaan konsumsi serta
mengharapkan keadaan komunis itu dari kebaikan pemerintah, melainkan semata-mata
dari perjuangan kaum terhisap sendiri (Frans. 2003:14). Sosialisme pada abad
pertengahan memiliki motif-motif yang erat dengan nilai-nilai religius
tertentu, yaitu Kristen. Terutama dalam pertimbanhan tentang penyambutan
Kerajaan Allah, Orang harus bebas dari keterikatan.
Sedangkan memasuki zaman pencerahan, perkembangan
paham sosialisme tidak mampu berkembang pesat. Hal ini disebabkan dominasi
golongan borjuasi yang menuntut kebebasan politik supaya dapat bebas berusaha
dan berdagang untuk kepentingan milik pribadi – sebesar dan sebebas mungkin.
Sejak bergulirnya Revolusi Prancis (1789-1795), sosialisme memasuki era modern
dalam perkembangannya. Keyakinan dasar para pemimpin sosialis modern adalah,
secara prinsipil produk pekerjaan merupakan milik si pekerja. Milik bersama
dianggap tuntutan akal budi. Mereka meyakini bahwa masyarakat akan berjalan
jauh lebih baik kalau tidak berdasarkan milik pribadi.
Sejalan dengan perkembangan sosialisme, paham
komunisme sebagai ‘sosialisme radikal’ pun berkembang mengiringi perkembangan
induknya. Sejarah perkembangan kedua pemikiran ini – sampai saat ini – seolah
mengerucut pada pergolakan yang terjadi di belahan Eropa, khusunya Uni Soviet –
sekarang Rusia. Diantara tokoh-tokoh yang memiliki dominasi penuh atas kedua pemikiran
ini adalah Karl Marx, Engels, Stalin, dan George Lukaes. Oleh karena itu, untuk
memahami perkembangan pemikiran sosialis dan komunis, penulis menitik beratkan
kajian pada perkembangan pemikiran Marx, Engels, dan Stalin. Sedangkan untuk
memperkuat pengaruh pemikiran sosialisme dan komunisme modern, tulisan George
Lukaes yang berjudul History and Class Conciousness (1923) tentunya tidak dapat
ditinggalkan.
·
Sosialisme-nya
Marx
Pandangan
Marx tentang sosialisme bertentanngan dengan konsepsi-konsepsi sosialisme yang
diciptakan Fourier dan Owen – yang menciptakan ‘dunia baru’ dimana setiap orang
hidup bahagia. Marx berasumsi bahwa konsepsi tersebuat hanya angan-angan
belaka, karena tidak menunjukkan jalan bagaimana mencapainya. Semua itu utopia,
kata Marx, hanya impian belaka. Disisi lain, Marx sendiri selalu menolak member
gambaran sosialisme. Menurutnya, sosialisme – ilmiah – tidak dapat “membuat
resep bagi dapur umum dimasa datang”.
Sementara itu, untuk membedakan ajaran dari gagasan
sosialisme utopis, Marx menyusun suatu teori sosial yang menurutnya didasari
hokum-hukum ilmiah dan karena itu pasti terlaksana. Marx meyakini adanya
‘hukum-hukum gerak’ dalam masyarakat yang dijalankan dengan prinsip ‘kebutuhan
yang mutlak’ didasarkan pada penjelasan naïf dari kemajuan ilmu pengetahuan
alam (Elster. 2000:31). Pertimbangan moral, menurut Marx, bukanlah dasar bagi
sosialisme. Penilaian bahwa kapitalisme itu jahat dan sosialisme itu baik tidak
berlaku mutlak, melainkan jika syarat-syarat objektif pengahpusan hak milik
pribadi atas sesuatu itu terpenuhi. Hal ini berarti klaim Marx terhadap
sosialisme-nya yang bersifat ilmiah bisa diterima, karena berdasarkan
pengetahuan hukum-hukum objektif perkembangan masyarakat – yang kemudian
tersohor dengan istilah ‘Pandangan Materialis Sejarah’ (Frans. 2003:137).
Sosialisme yang akan datang menggantikan kapitalisme
adalah buah dari pada perkembangan masyarakat dalam sejarah dibawah pengaruh
hokum dialektik. Menurut Marx, menggunakan jalan ilmiah, sosialisme tidak dapat
ditentukan sekarang bentuk dan rupa masa yang akan datang – artinya susunan
baru pada masyarakat tidak dibuat, melainkan dilahirkan. Melihat realita
sejarah, menurut penulis, sosialisme yang berorientasi pada terbentuknya
‘masyarakat tidak berkelas’ adalah bagian dari hegemoni dan upayah manusia
mencapai sebuah kesetaraan. Meskipun realita yang berkembang kini tidak
berjalan horizontal, melainkan vertikal.
Konsep sosialisme Marx memang lebih kompleks
daripada filsuf lainnya. Tujuan sosialisme dalam pandangn Marx bukanlah membuat
suatu konstruksi masyarakat dalam suatu sistem yang selesai bentuknya,
melainkan menyelidiki suatu perkembangan sejarah yang melahirkan dua kelas yang
bertentangan, dan kemudian mempelajari betapa berpengaruhnya faktor-faktor
kelas tersebut terhadap kondisi ekonomi masyarakat yang akan melenyapkan
pertentangan tersebut.
Pendapat Marx diatas dikuatkan oleh Engels dalam
bukunya “Perkembangan Sosialisme dari Utopia sampai ke Ilmu.”Ajarannya adalah
bahwa komunisme merupakan ajaran tentang syarat-syarat yang mesti dipenuhi
untuk mencapai kemerdekaan kaum buruh. Dalam menyusun teori mengenai
perkembangan masyarakat, Marx sangat tertarik oleh gagasan filsuf Jerman George
Hegel mengenai dialektika karena di dalamnya terdapat unsur kemajuan melalui konflik
dan pertentangan. Dan unsur inillah yang dia perlukan menyusun teorinya
mengenai perkembangan masyarakat melalui revolusi. Untuk melandasi teori
sosial, maka dia merumuskan terlebih dahulu teori mengenai materialisme
dialektik (dialectical materialism). Kemudian konsep-konsep itu dipakainya
untuk menganalisa sejarah perkembangan masyarakat yang dinamakannya
materialisme historis (historical materialism). Dan karena materi oleh Marx
diartikan sebagai keadaan ekonomi, maka teori marx juga sering disebut ’analisa
ekonomis terhadap sejarah’. Dalam menjelaskan teorinya Marx menekankan bahwa
sejarah (yang dimaksud hanyalah sejarah Barat) menunjukkan bahwa masyarakat
zaman lampau telah berkembang menurut hukum-hukum dialektis yaitu maju melalui
pergolakan yang disebabkan oleh kontradiksi-kontradiksi intern melalui suatu
gerak spiral ke atas sampai menjadi masyarakat dimana Marx berada. Atas dasar
analisa terakhir ia sampai pada kesimpulan bahwa menurut hukum ilmiah dunia
kapitalis akan mengalami revolusi -yang disebutnya revolusi proletariat- yang
akan menghancurkan sendi-sendi masyarakat kapitalis tersebut, dan akan
meratakan jalan untuk timbulnya masyarakat komunis.
F. Alienasi
Marx menggunakan konsep alienasi untuk menyingkapkan
efek produksi kapitalis yang bersifat menghancurkan terhadap manusia dan
terhadap masyarakt. Yang sangat signifikan di sini adalah sistem dua kelas
yaitu kaum kapitalis mempekerjakan karyawan (dengan demikian mereka memiliki
waktu para pekerja) dan para kapitalis memiliki alat-alat produksi (alat-alat
dan bahan-bahan mentah) dan juga memiliki produk-produk hasil akhirnya. Agar
dapat bertahan hidup, para pekerja dipaksa menjual waktu kerja mereka kepada
kaum kapitalis.
Alienasi dapat dilihat mempunyai empat komponen
mendasar.
1. Para
pekerja di dalam masyarakat kapitalis dialienasi dari kegiatan produktifnya. Mereka tidak menghasilkan objek-objek
menurut ide-ide mereka sendiri atau memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka sendiri
secara langsung. Malah, para pekerja bekerja bagi kaum kapitalis, yang memberi
upah sekadar untuk mnyambung hidup sebagai balasan untuk pemakaian mereka dalam
cara yang dianggap cocok oleh sang kapitalis. Karena kegiatan produktif adalah
milik kaum kapitalis, dan karena mereka yang memutuskan apa yang harus
dilakukan, dapat dikatakan bahwa para pekerja teralienasi dari
kegiatan-kegiatan itu.
2. Para
pekerja di dalam masyarakat kapitalis teralienasi bukan hanya melalui
kegiatan-kegiatan itu-produk. Produk
pekerjaan mereka bukan milik para pekerja, tetapi milik para kapitalis, yang
mungkin memakainya dengan cara apa pun yang mereka inginkan karena merupakan
hak milik pribadi para kapitalis. Kaum kapitalis akan menggunakan
kepemilikannya agar dapat menjual produk demi mendapatkan keuntungan.
3. Para
pekerja di dalam masyarakat kapitalis teralienasi dari para rekan kerjanya. Asumsi Marx ialah bahwa pada dasarnya orang
butuh dan ingin bekerja sama agar dapat
mengambil dari alam apa yang mereka perlukan untuk dapat bertahan hidup. Akan
tetapi, di dalam kapitalisme kerja sama itu diganggu, dan orang, kerap
orang-orang asing, dipaksa bekerja berdampingan untuk sang kapitalis. Bahkan,
para pekerja di lini perakitan yang terdiri dari teman-teman dekat pun, sangat
banyak yang terisolasi karena sifat dasar teknologinya.
4. Para
pekerja di dalam masyarakat kapitalis teralienasi dari potensi manusianya sendiri. Para individu semakin sedikit bekerja
sebagai manusia karena mereka semakin tersusutkan di dalam pekerjaan mereka
menjadi berfungsi sebagai mesin.
3.
Kritik
Terhadap Karl Marx
Ada beberapa problem dari dalam teori Marx yang
harus didiskusikan, pertama problem yang secara aktual terdapat dalam
komunisme. Kegagalan
masyarakat-masyarakat komunis dan
perubahanya menjadi ekonomi yang lebih berorientasi kapitalistis memaksa kita
mempersoalkan apakah makna semua ini bagi peran teori Marxian. Ide-ide Marx kelihatanya telah diuji dan
ternyata gagal
Problem kedua yang sering dikemukakan adalah tidak
adanya subjek emansipatoris. Inilah ide
baru teori Marx menempatkan proletariat di jantung perubahan sosial yang akan
menggiring kepada komunisme, namun pada
kenyataanya, proletariat jarang memperoleh posisi ini dan sering termasuk ke
dalam kelompok-kelompok yang menentang komunisme.
Problem ketiga adalah hilangnya dimensi gender. Salah satu poin utama teori Marx adalah bahwa
kerja menjadi sebuah komodias di bawah kapitalisme, sementara pada fakta
historisnya ini lebih sedikit terjadi pada wanita ketimbang laki-laki. Untuk tingkat yang lebih luas, kerja laki-laki
yang di upah tergantung pada kerja wanita yang tidak di upah, sebab pertumbuhan
tenaga kerja tergantung kerja wanita yang tidak di upah.
Problem ke empat adalah bahwa Marx melihat ekonomi
sebagai sesuatu yang dikendarai oleh produksi dan mengabaikan
aturankonsumsi. Fokusnya pada produksi
menggiringinya untuk mempredisikan bahwa masalah-masalah efisiensi dan
pemotongan upah akan menggiring pada ploterarianisasi, peningkatan alienisasi
dan semakin meruncingya konflik kelas.
Terakhir, sebagian mengaggap Marx tidak kritis dalam
menerima konsepsi kemajuan barat sebagai sebuah problem, Marx percaya bahwa
mesin sejarah adalah manusia yang selau menigkatkan eksploitasi terhadap alam
demi kebutuhan-kebutuhan materialnya. Di
samping itu Marx yakin bahwa hakikat manusia adalah kemampuannya untuk mengelola
alam demi mencapai tujuan-tujuanya.
Asumsi inilah yang barangkali jadi penyebab banyaknya krisis lingkungan
saat ini dan dimasa datang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar